Bukit Menoreh

Bukit Menoreh

Indonesia punya banyak cerita

Masjid Cheng Ho

Masjid Cheng Ho

Indonesia punya banyak cerita

Istana Burung

Istana Burung

Indonesia punya banyak cerita

Top Selfie Pinus

Top Selfie Pinusan Kragilan

Indonesia punya banyak cerita

Kamis, 23 Mei 2013

Skenario

Hiruk-pikuk suara musik band menggema di seluruh lapangan, di tambah lagi teriakan nan melengking membuat suasana semakin bising. Disini aku berdiri, mencari sosokmu. Ku telusuri dari bagian  bawah panggung. Dan akhirnya kutemukan sosokmu. Kamu berdiri bersama kedua sobat kentalmu di sayap kanan panggung dengan kemeja putih bergaris hitam yang lengannya kamu gulung sampai siku, celana jeans hitam, sneakers putih, dan kacamata bening dengan frame hitam menghiasi wajahmu.

Aku masih berdiri disini, di samping kiri pintu masuk. Bukan, aku tidak menjaga pintu masuk. Aku hanya mau memperhatikamu, menunggu waktu, dan meneguhkan hatiku. Aku bertekad bahwa ini harus aku lakukan sekarang, tidak boleh besok atau kapan pun, aku takut jika besok sudah tak ada lagi waktu.
Dengan langkah pasti dan pelan aku melangkahkan kaki-ku mendekati sosokmu. Kamu masih disana seakan menungguku, bahkan punggungmu tampak melambai kepadaku. Sekarang tak ada lagi ragu, aku sudah terlanjur basah, sekalian saja aku berenang.

Deg.

Jantungku tidak bisa berkompromi, dia memompa darahku semakin cepat ketika kamu berbalik badan tepat lima langkah sebelum aku menyentuh bahumu.

“Hai Rin, baru sampai?” itu sapamu dan kamu tersenyum. Demi apa, aku sungguh menyukai senyummu itu, dari dulu.

“Eenng, iya. By the way, bisa ngomong sebentar?” aku tahu, pasti senyumku sangat kaku. Ah tidak, itu bukan senyum, itu terlihat seperti ringisan.

“Boleh. Tapi jangan tegang gitu donk ngeliatin aku-nya,” kamu kembali tersenyum menggodaku. Dan aku tersipu. “Ayo Rin,” kamu berjalan di depanku dan aku di belakangmu, menetralkan kembali jantungku.

Kita berjalan memasuki lorong sekolah, aku masih ada di belakangmu, menatap punggung kokohmu. Sampai kamu akhirnya berhenti. Tidak, aku tidak menabrak punggungmu itu. Ku lihat punggungmu naik turun, menghela napas sejenak. Kamu tidak berbalik badan, dan ini-lah saatnya aku mengungkapkan semuanya, semua yang selama ini terpendam bertahun-tahun.

“Aku...”

“Aku suka kamu Rin,” sejenak otak-ku kosong, badanku membeku, lidahku kelu. Hanya empat kata dan satu kalimat lugas hanya dalam satu tarikan napas. Bukan, bukan itu skenarionya. Seharusnya aku yang mengatakannya kepadamu, bukan kamu kepadaku.

“Lebih dari suka Rin, aku sayang kamu,” aku tidak bisa berkata, ini di luar skenario yang telah aku buat, aku bahkan membuat skenarionya lebih dari satu, dan semuanya meleset?  Jauh dari bayangan.

“Lucu ya Rin? Kita udah lama bareng, dari SMP. Tapi baru sekarang aku ngomong kalo aku sayang sama kamu. Bukan Rin, ini bukan sayang sahabat, bukan juga sayang saudara, ini lebih dari itu. Kamu tahu kan maksudku?” ini isi dialog dalam skenarioku, tapi posisinya aku yang mengatakannya, bukan kamu. Dan parahnya, aku tidak menghapal skenario bagianmu, jadi aku tidak bisa menjawabnya, aku hanya bisa diam dan menerka-nerka dialog apa selanjutnya yang akan kamu ucapkan.

“Aku tidak memintamu untuk menjadi pendampingku, aku hanya ingin kamu tahu perasaanku. Itu cukup, dan sekarang aku lega,” persis. Sama persis. Ini dialogku, dialog yang mati-matian aku hapal dan aku terka jawabannya, namun tak pernah aku temukan, karna aku berharap kamu punya jawaban di luar script yang telah aku tentukan.

“Katakan sesuatu Rin,” pintamu. Kamu masih berdiri membelakangiku. Aku tahu ini kali pertama kamu menyatan perasaan kepada seseorang. Aku tahu kamu bukan malu atau pengecut, kamu hanya belum bisa menatap ke dalam mataku, dan kamu juga pasti tahu kalau aku pun tidak bisa menatap matamu. Bahkan di saat seperti ini kamu masih menjaga perasaanku.

“Aku... terima kasih,” hanya itu. Aku tidak tahu harus bagaimana.

“Maaf ya Rin, ini memang nggak romantis, ini bahkan terkesan pengecut. Menyatakan cinta, tanpa menatap mata. Tidak meyakinkan ya, Rin?” kamu tertawa hambar dan aku mendekati punggungmu, menyandarkan kepalaku di punggungmu dan menggeleng pelan.

“Kamu pencuri ya?” tanyaku. Kamu diam. “Kamu curi semua script milikku, kamu mencuri semua dialog-ku bahkan kamu tidak memberi sedikit pun contekkan script milikmu.”

“Aku nggak ngerti,” ya, kamu tidak akan mengerti. Kamu tidak akan tahu.

“Aku suka kamu.”

Bagiku tiga kata itu cukup mewakilkan semuanya, cukup mewakilkan semua perasaan yang sudak hampir lima tahun ini aku sembunyikan dan aku jaga rapat-rapat di bagian hati paling dalam.

Kamu, kamu tahu? Bukan Cuma kamu yang lega. Aku pun.
                

Rabu, 22 Mei 2013

BIG DAY

Nggak ada yang lebih menyenangkan dari shopping, nonton, makan, jalan dan cari buku. Well, dunia remaja kayaknya kebanyakan diisi oleh hal-hal itu (ya seenggaknya itu yang saya lakukan dan saya amati di lingkungan sekitar saya J). Seperti kemarin saya dan teman saya berjalan-jalan di kota tetangga yang memakan perjalanan sekitar satu jam dengan menggunakan sepeda motor.




Tempat pertama yang kami kunjungi adalah toko baju (nggak bisa disebut butik). Disini saya sangat merasakan kalau menjadi cewek (nggak bisa dibilang perempuan) itu ribet banget, semuanya harus cocok, dan kalau bisa sih ngetred dan wah, apalagi baju itu bakal di pakai pada waktu perpisahan, duuh, harus tampil luar biasa kan?

Tempat kedua adalah tempat yang paling saya suka. Yes, toko sepatu. Nah, ribet lagi nih, cewek apalagi yang mau beranjak dari bangku SMA biasanya kan mengkiblatkan mode ke anak kuliahan, nggak terkecuali saya dan teman-teman saya, nah kebetulan sebagian besar dari anak kuliahan itu pakai sepatu wedges, jadilah saya beli wedges, padahaaaal pengen banget sneakers warna putiiiihh!


Tempat ketiga itu bioskop, saya iseng sih nontonnya, soalnya banyak banget temen-teen saya yang udah nonton film itu dan mereka bikin penasaran. So, kita nonton deh CINTA BRONTOSAURUS: cinta itu bisa kadaluarsa. Jujur, saya nggak bisa menikmati filmnya, kenapa?? Laapar banget, dan bodohnya nggak ada satu pun yang beli makanan, akhirnya kita nonton sampe perut kita kembung-_-

Tempat keempat adalah k*c. Nyesek banget disini! Sok kaya banget makan di tempat ini, mana beli yang satu paket harganya Rp31.364,00. Dapet es krim gratis dan vcd gratis (nggak tahu harus seneng apa sedih dapet gratisan ini).
Pelayan: selamat sore mbak, mau pesan paket yang mana? Kami menyedikan paket chicken, nasi dan softdrink, ayamnya mau apa? Paha?
Saya: eeeeuuunnggg, mau apa  tam?
Tami: dada-nya ada?
Pelayan: ada, dadanya 2?
Saya dan tami: iya.
Pelayan: ya mbak, untuk paket ini ada bonusnya, ada perkedel, cream soup, es krim. Mau pilih yang mana?
Tami: es krim
Saya: es krim-nya 2.
Pelayan: mau yang rasa apa? Ada rasa coklat dan blueberry?
Saya: *asjkajkajsksjslk* coklat.
Tami: blueberry
Pelayan: semuanya rp69.500,00
Saya dan tami: *cengo*
Pelayan: sebentar ya mbak, saya siapkan dulu...
Saya dan tami: *pingsan*
Pelayan: ya silakan di pilih cd-nya, mau yang mana mbak, ada marcel, kombinasi, dan yang bagus ini, indah dewi pertiwi.
Saya dan tami: *pura-pura mati*
Habis itu saya mikir, kira-kira berapa keuntungan ‘warung makan’ yang satu itu yaa? Mungkin suatu hari bisa jadi referensi.

Jumat, 17 Mei 2013

Karena Hidup Layak Diperjuangkan


“Kamu ingin jadi sutradara, kan?”
“Itu mimpiku.”
“Apa kamu yakin kamu bisa mewujudkannya?”
“Aku nggak tahu.”
“Kamu yakin dengan kemampuanmu sekarang kamu bisa jadi sutradara?”
“Aku nggak tahu.”
“Apa kamu sadar kalau mimpimu ini terlalu tinggi? Kamu nggak takut nggak bisa mencapainya dan bakal menyesalinya nanti?”
“Aku nggak tahu.”

“Kamu sedang berjudi dengan hidupmu.”

“Mungkin.” “Aku nggak tahu apa-apa. Aku nggak tahu apa yang aku lakukan ini benar atau salah. Bahkan, aku nggak tahu bakal jadi apa aku nanti.” “tapi..., karena nggak tahu apa-apa itulah, esok hari jadi sesuatu yang layak ditunggu-tunggu, kan?” “Lalu, tinggal kita lihat apa yang bakal terjadi.”



(Let Go, Windhy Puspitadewi. Page 111-112)



Rabu, 15 Mei 2013

Meremehkan


“Mending masuk ke yang khusus langsung kali daripada yang biasa,”itu katanya.

“Emang kenapa?” tanyaku.

“Ya, kan lebih mudah cari kerja, kedinasan lagi. Ngapain juga susah-susah masuk ke negeri atau swasta kalo udah ada kedinasan yang lebih spesifik, pastilah orang dari universitas negeri atau swasta bakal susah masuk ke kantor pusatnya, mereka pasti bakal lebih percaya ke orang-orang yang sekolah kedinasan,” ia menjelaskan dengan panjang lebar. Hatiku mencelos dan sedikit membenarkan.

“Banyak kali pekerjaan buat jurusan itu, jurusan itu kan nggak Cuma bisa masuk ke kantor pusatnya aja, pemerintahan juga butuh kali, aku juga mau masuk ke perusahaan asing, biar duitnya banyak,” ego-ku menjawab dengan tegasnya, padahal dalam hati aku ragu setengah mati.

“Kalau mau masuk perusahaan asing sih bisa aja dari swasta, tapi, emang kamu yakin mau gantungin diri kamu ke jurusan yang satu itu? Aku aja berani membagi ke jurusan yang lain,” ia kembali mengusik egoku.

“Yakin, karena aku konsisten. Dan aku yakin Tuhan yang punya jalan yang terbaik buat aku sekalipun aku nggak masuk ke sekolah kedinasan. Jadi jangan pernah meremehkan”, aku mendapat poinnya dengan segala ketegasanku dan keyakinanku.

Benar, memang benar, jangan meremehkan.