Bukit Menoreh

Bukit Menoreh

Indonesia punya banyak cerita

Masjid Cheng Ho

Masjid Cheng Ho

Indonesia punya banyak cerita

Istana Burung

Istana Burung

Indonesia punya banyak cerita

Top Selfie Pinus

Top Selfie Pinusan Kragilan

Indonesia punya banyak cerita

Jumat, 23 Maret 2012

Aku, Dia dan Secangkir Kafein



            Aku hanya duduk disini, di balik meja panjang dengan segala macam jenis kopi. Aku hanya diam memandanginya, memandangi gadis yang kerap kali datang ke tempat ini hanya sekedar membeli beberapa cangkir kopi kesukaanya, aku pun sampai hafal apa yang akan ia pesan sebelum ia mengatakannya. Sudah lama memang aku menaruh hati padanya, kepada gadis yang bahkan aku tak tahu namanya.
            Aku sedikit merenggangkan dasi pita yang mengikat leherku, rasanya aku sulit menelan ludah saat ia tersenyum kepadaku kala itu, kala pertama aku melihatnya, kala wajah kuyu-nya menampakkan senyum manis. Aku bahkan bisa melihat ia sangat terpaksa menampakkan senyumnya. Dan aku hanya menyembulkan senyum ramah, seperti biasanya ketika pengunjung datang. Suaranya mengalun tak kala aku bertanya dia akan memesan apa dan aku sangat tidak mengira bahwa ia akan memesan 3 cangkir kopi mengingat aku hanya melihatnya datang seorang diri.
            Aku masih ingat malam, itu tiba-tiba ia datang ke tempatku, dia memesan 2 cangkir kopi, brewed coffee dan cappucino, dua jenis kopi yang wajib ia pesan. Aku melihat wajahnya yang tampak letih, rambutnya yang terikat kuda tampak acak-acakan dan ia juga memandang dengan tatapan kosong, kali ini ia datang tanpa senyuman. Ketika aku menyerahkan 2 cangkir kopi miliknya ia hanya memandangku tanpa tanpa rasa dan membayarnya, kemudian ia duduk di bangku paling ujung, mengaduk-aduk kopinya asal dan menyesapnya kasar. Aku terkadang bertanya-tanya sebenarnya apa pekerjaannya, namun terlalu lancang sepertinya, pegawai rendahan sepertiku tidak mungkin bisa bertanya hal yang sensitif seperti itu.
            Terkadang aku bersyukur karena kopi mengandung kafein karena kafein mengandung candu, karena candu itu membuatnya terus kembali kesini dan sepertinya aku juga kecanduan oleh wajahnya yang walau kuyu tetap saja membuatku rindu.
            Seperti hari-hari biasanya, aku masih tetap berdiri di balik meja panjang ini, sejenak aku memandang arloji yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. Jarum jam kecil menunjukkan angka 11 dan yang besar menunjukkan angka 10, sudah hampir jam 11 malam,pantas saja sudah sepi begini, mengingat pula malam ini adalah malam Senin, pasti para pecinta kopi itu sedang berada di atas pulau kapuk. Mengingat para penggila kopi itu aku jadi teringat oleh gadis itu, hari ini dia sepertinya tidak akan datang. Sudah terlalu malam untuk seorang gadis berkeliaran hanya untuk mencari kopi.
            Ttiinngg..
            Aku mendongak ke arah pintu masuk, sedikit terkejut aku melihat gadis itu datang dengan mantel panjangnya dan rambut kucir kuda yang tersisir rapi, wajahnya agak sedikit cerah namun matanya masih tetap sama, kosong. Dia berjalan ke arahku.
            “brewed coffe dan coffee late”,ucapnya tanpa basa basi, aku tersenyum dan mengangguk. Mengambil 2 cangkir dan membuatkan pesanannya sembari mencuri-curi pandang kepadanya. Nampaknya dia tidak begitu memperhatikan lingkungannya.
            “ini milikmu, semuanya 50ribu rupiah”,ucapku dan menyerahkan kedua cangkirnya. Dia merogoh kantung mantelnya dan memberiku uang pas. Setelah aku mengucapkan terimakasih dia pergi ke bangku biasanya. Dia menyesap kopinya sedikit demi sedikit dan kemudian ia mendesah pelan. Jika kulihat ia sepertinya sedang ada masalah, oh tidak, sepertinya setiap ia kesini pasti ia sedang bermasalah.
            Dia menyesap kopinya cepat dan membuang cangkir kertasnya, kemudian bunyi bel kembali terdengar, ia keluar. Aku hanya bisa memandang punggungnya dan rambutnya yang bergoyang ke kanan ke kiri. Jam tua di belakangku berdentang 12 kali, ternyata sudah tengah malam. Segera aku ke dapur dan mengambil mantel serta helm-ku. Aku berpamitan pada Kou -pemuda jangkung asal Shibuya- yang ternyata akan menjaga pada sift malam sampai pagi.
            Aku menyalakan mesin motor matic-ku dan saat aku melihat kaca spionku, aku melihat bayangan gadis itu, seperti sedang menunggu sesuatu, menunggu bus atau jemputannya mungkin. Sejenak aku berpikir untuk menghampirinya, sekedar basa-basi atau mungkin aku bisa menawarkan tumpangan untuknya. Tapi... ah sudahlah lebih baik aku mencoba basa-basi kepadanya.
            Aku menghentikan motor matic-ku tepat didepannya dan kemudian aku membuka helm fullface-ku. Kuberikan senyum ramah seperti biasanya dan sberdeham tak kentara.
            “apakah anda sedang menunggu bus atau kendaraan umum?”,tanyaku sopan karena wilayah ini masih termasuk dalam wilayah kerja jadi sebaiknya aku masih bersikap formal kepadanya. Dia memandangku dengan wajahnya yang pias. Dan sedikit menyunggingkan senyum.
            “ya”,singkat dan jelas, tak ada tambahan apapun dan ia langsung mengalihkan pandangannya ke ujung jalan.
            “apakah anda hanya sendirian?”,tanyaku. Kulihat ia meyeritkan dahi dan mimiknya berubah menjadi waspada, aku bisa melihat telapak tangannya yang mengepal dan bergetar. “ehmm.. maksud saya, apakah saya boleh menemani anda sampai anda mendapatkan kendaraan?”,tambahku cepat, mencoba menghindari sebuah kesalahpahaman. Dia sedikit berpikir dan kemudian mengangguk. Aku hanya tersenyum.
            Hening. Sunyi. Sepi. Sudah hampir satu jam aku dan ia menunggu bus-nya, namun bus yang ditunggu tak kunjung datang yang datang hanyalah semilir angin malam yang biasa membuat orang meriang. Dia merapatkan mantelnya dan menggosok-gosok telapak tangannya yang tak terbungkus. Sejak sejam tadi tidak ada satu pun diantara kami yang mencoba membuka topik. Bukannya aku tidak mau, hanya saja aku tidak tahu harus berkata apa.
            “kedinginan?”,tanyaku. Dia menggeleng keras.
            “apakah kau mengantuk? Aku sudah melihatmu beberapa kali menguap, kau pasti lelah sebaiknya kau pulang saja dulu, aku tidak apa menunggu disini seorang diri”,ucapnya, kali ini aku yang menggeleng keras.
            “tidak.. tidak mungkin aku meninggalkan seorang gadis seperti anda menunggu bus seorang diri di tengah malam seperti ini, lagipula aku sudah terbiasa begadang seperti sekarang ini”,ucapku. Dia tersenyum.
            “tapi aku jadi merepotkanmu ehm.....”
            “Fujisawa Shouji”,potongku.
            “ya Fujisawa, namaku Amane”,dia mengulurkan tangannya dan aku membalas tangan dinginnya.
            “tanganmu dingin sekali, apakah tidak apa-apa?”,tanyaku masih menggenggam tangannya. Dia tersenyum.
            “tidak apa-apa..”,jawabnya. Aku menarik tanganku dan melepaskan sarung tangan yang aku gunakan.
            “pakailah! Aku tidak ingin kau kedinginan”,ujarku dan mengulurkan sarung tanganku.
            “terimakasih, maaf telah merepotkanmu”,katanya dan mengambil sarung tanganku yang kemudian dipakainya.
            “itu bus-ku, terimakasih untuk semuanya, secepatnya aku pasti mengembalikan sarung tangan milikmu Fujisawa”,ucapnya saat sebuah besi berjalan melaju ke arah kami. Aku hanya tersenyum menanggapinya.
            “ya, sama-sama, selamat malam, sampai berjumpa kembali”,ucapku saat ia melambai dari dalam bus-nya. Malam ini mungin adalah suatu malam yang tidak akan aku lupakan, malam pertama aku bisa mengetahui namanya, malam pertama ia memberikan beberapa senyuman dan beberapa ekspresi yang tidak aku ketahui.
            Cicit burung gereja menyambangi indera pendengaranku saat aku turun dari motor matic-ku. Mataku sedikit membelalak saat aku melihat Amane tengah berdiri tegak di depan pintu masuk kedai kopi tempatku bekerja. Dia terlihat lebih rapi dengan pakaian khas kantoran yang dipadukan dengan bolero coklatnya, rambutnya tak acak-acakan, diurai rapi dan wajahnya tak sekuyu biasanya. Ia tersenyum kepadaku saat aku datang menghampirinya.
            “mari silakah masuk”,ajakku layaknya seorang pelayan biasa. Ia tersenyum dan masuk saat aku membukakan pintu untuknya. “silakan memesan apa yang anda butuhkan”,ucapku sopan dan menyunggingkan senyum.
            “aku memesanmu”,aku terkesiap saat mendengarnya.
            “maaf?”,tanyaku sopan.
            “maksudku aku hanya ingin kau yang melayaniku”,jawabnya. Aku hanya tersenyum dia membalas senyumanku.
            “baiklah nona, tunggu sebentar disini”,ucapku dan melesat ke dapur.
            Aku kembali ke hadapannya dengan memakai seragam pelayan lengkap dengan dasi pita di leherku. “baiklah sekarang anda ingin memesan apa?”,tanyaku ramah.
            “satu brewed coffee dan aku mau kau yang mengantarkannya ke mejaku”,jawabnya yang membuatku tak terduga lantas tersenyum dan mengangguk. Kaki jenjangnya melangkah ke bangku biasa dan aku membuatkan pesanannya.
            Aku menepuk bahu Kou -yang ternyata masih mengerjakan sift pagi- untuk berpamitan mengantarkan kopi pesanan Amane. Kou hanya meneyritkan dahi, bingung. Ya, mungkin karena sejak dulu kedai kopi ini tak pernah mengantarkan pesanan dari meja ke meja.
            “satu brewed coffee untuk nona Amane”,ucapku menyapanya. Dan lagi-lagi untuk kesekian kalinya gadis itu tersenyum, siapapun tolong tahan aku?!
            “terimakasih”,ucapnya.
            “untuk layanan antar tidak gratis nona”,godaku. Pipinya bersemu, demi Tuhan itu adalah reaksi yang sangat manis sekali.
            “sebaiknya kau jangan coba-coba menggodaku Fujisawa!”,ujarnya malu-malu.
            “baik..baiklah, apakah ada yang lain yang bisa kubantu? Jika sudah tidak ada aku akan kembali”,tanyaku.
            “jangan! Kau temani aku dulu disini, aku juga mau mengembalikan sarung tanganmu yang tadi malam kau pinjamkan kepadaku”,pintanya. “apakah tidak apa-apa jika kau tidak bekerja dan hanya menemaniku duduk-duduk disini?”,tanyanya cemas.
            “baiklah, mungkin bos-ku hanya akan memotong gajiku jika dia tahu aku duduk-duduk dengan pelanggannya”,candaku.
            “benarkah?”,pertanyaan polosnya membuatku tergelitik geli ditambah lagi dengan bola matanya yang melebar.
            “ah, tentu saja tidak, aku hanya bercanda”,jawabku dan tersenyum geli.
            “Fujisawa! Jangan menggodaku seperti itu, membuatku khawatir saja!”,ucapnya kesal.
            “baiklah-baiklah, tidak akan aku ulangi lagi. ahya! Kenapa kau cepat sekali mengembalikan sarung tangan ini padaku? Besok-besok kan masih bisa, aku masih bekerja disini kok”,ucapku.
            “ya sebaiknya kau tidak mencoba bermain-main kepadaku lagi! mungkin kau masih bekerja disini, tapi aku hanya takut jika besok-besok aku tidak bisa mengembalikannya kepadamu”,ujarnya. Aku sedikit mencerna kata-katanya, lama baru aku menemukan sebuah kejanggalan dalam perkataannya.
            “apakah kau akan pergi?”,tanyaku tanpa sadar.
            “Takdir seseorang siapa yang tahu?”,dia hanya balik bertanya dan kemudian menarik cangkirnya, mengusap-usap permukaan cangkir kertas itu dan kemudian dihisapnya pelan, bahkan sangat pelan dari biasanya.
            “apakah kau sangat menyukai kopi?”,tanyaku saat memperhatikannya.
            “ya, sejak aku menyukai seseorang”,jawabnya dan menyunggingkan sebuah senyum ketulusan, senyum kebahagiaan mungkin. Aku hanya bisa menahan napas saat ia menjawab, ternyata dia sudah menyukai seseorang.
            “ehm, sudah jam 12 rupanya, aku harus kembali ke kantor”,ucapnya kemudian ia merogih tas tangannya dan mengeluarkan sarungtanganku. Ia menyerahkan sarung tanganku sembari berkata, “terimakasih sudah meminjamkan sarung tanganmu, maaf juga aku telah merepotkanmu dan mengambil jatah tidurmu”,ucapnya dan tersenyum, aku membalas senyumnya.
            “tidak usah sungkan begitu, aku sudah menganggapmu teman”,pada ujung kalimatku aku sedikit tercekat.
            “ya,aku pun begitu. Kalau begitu, aku pamit ya.. selamat tinggal..”,ucapnya sembari berdiri. Aku pun ikut berdiri dia membungkukkan badannya, aku bisa melihat setetes air mata menggenang di ujung matanya lantas ia berbalik dan pergi melewati pintu masuk yang menimbulkan denting bel. Aku menatap punggungnya sampai hilang dibawa taksi. Kenapa ada perasaan kosong? Kenapa ada rasa tidak rela? Kenapa ada rasa kehilangan? Kenapa rasa ini tidak seperti biasanya? Kenapa kata-kata tadi serasa sebuah perpisahan yang mendalam? Rasanya seperti tidak akan bertemu kembali dengannya.
            Aku berjalan dengan gontai ke belakang meja panjang tempatku seperti biasanya, kali ini Kou-lah yang menepuk bahuku. “apakah dia sangat berharga bagimu?”,tanyanya sok tahu. Aku hanya mengangkat bahu.
            “bisa jadi”,jawabku malas dan aku duduk di atas kursi tinggi yang berada di samping Kou.
            “sepertinya kau juga sangat berharga baginya, ehm, apakah kau menyakitinya?”,tanyanya hati-hati. aku hanya menyeritkan dahi.
            “maksudmu apa?”,tanyaku tak mengerti.
            “aku melihatnya menetesakan air mata saat ia akan pergi, aku juga bisa melihat matanya saat menatapmu, matanya memancarkan sebuah rasa lebih saat menatapmu,”,jawabnya. “ehm, aku memang tidak begitu ahli tentang hal seperti itu, tapi aku bisa membedakan tatapannya saat ia menatapmu, ya.. dan kau boleh percaya atau boleh juga tidak”,tambahnya cepat saat ia melihat wajah raguku. “baiklah, sekarang sudah siang dan sift-ku sudah habis, aku sangat mengantuk.. aku pulang dulu ya.. sampai jumpa”,Kou melangkah pamit meninggalkanku yang masih mencoba mencerna setiap kata-katanya.Entahlah aku harus percaya atau tidak yang aku harap hanya dia akan kembali lagi esok.
            “Sampai jumpa Shou...”,teriak Kou dan melambai kepadaku saat aku mengambil mantel dan helmku di dapur. Malam ini masih sama seperti malam-malam sebelumnya, aku pulang hampir tengah malam seperti ini, ah mungkin sebaiknya aku meminta bos untuk menukar jadwal kerjaku dengan pegawai yang lain yang memiliki sift pagi hingga sore, bekerja seperti ini membuat jadwal tidurku jadi kacau.
            Aku mengenakan mantel serta helmku saat sudah berada di depan motor matic-ku. Tak lupa aku mengambil sarung tangan yang telah Amane kembalikan siang tadi. Aku mengepaskan jari-jemariku ke dalam sarung tangan itu dan srreekk, sepertinya aku menentuh sesuatu di dalam, cepat kutarik kembali jari-jari yang telah terlanjur masuk. Sebuah kertas ikut tertarik juga. Kertas apa ini? sepertinya aku tidak pernah meninggakan kertas di dalam sarung tangan ini. kertas itu terjatuh dengan cepat aku ambil kembali, dengan bertanya-tanya aku lantas memasukkan kertas itu ke dalam saku mantelku, sebaiknya aku buka di rumah saja. Aku melirik breitling yang melingkar di pergelangan tanganku, sudah tengah malam, segera aku menyalakan mesin motorku.
            Aku menghempaskan tubuhku di atas kasur sempit yang sudah lama aku tempati. Rasanya badan ini berat sekali, aku menutup mataku dan tiba-tiba aku terbelalak. Aku meloncat dari kasurku dan merogoh  saku mantelku. Ku tarik kertas yang ada di dalamnya. Dengan rasa penasaran aku segera membaca isinya.
            Jantungku berdetak cepat membacanya, tubuhku lemas, rasanya bercampur aduk. Entahlah apa yang aku rasakan. Entahlah apa yang harus aku lakukan. Ternyata apa yang dikatakan Kou benar dan ternyata feelingku juga benar. Sekarang Aku hanya bisa berharap baik untuk Amane. Dan suatu saat aku akan membalas pernyataannya jika dia kembali nanti.


            Untuk Fujisawa
            Hai Fuji atau bolehkah aku memanggilmu Shou? mungkin jika kau membaca surat ini kau tidak akan melihatku karena sekarang aku berada di tempat yang jaauuh sekali denganmu dan juga jauh dari negara kita. Mungkin kita tidak akan bertemu untuk beberapa waktu, aku juga tidak tahu apakah kita akan bertemu lagi atau tidak, tapi bolehkah aku berharap kita bisa bertemu lagi?
            Sebenarnya dengan surat ini aku hanya ingin menyampaikan rasa terimakasihku padamu, terimakasih karena selama ini sudah melayaniku dengan baik walaupun wajahku tidak menampakkan bahwa aku sedang baik-baik saja, tapi kau tetap melayaniku dengan ramah tidak seperti temanmu yang jangkung itu, dia sangat tidak ramah kepadaku(sebaiknya kita tidak usah membahas dia lagi).
            Terimakasih juga kau telah menemaniku sampai bus-ku datang, aku tahu sebenarnya kau sangat mengantuk, sebenarnya diam-diam aku menghitung berapaa kali kau menguap V.
            Terimakasih juga kau telah memberi kehangatan kepadaku, sarung tanganmu sungguh menghangatkanku, aku bersyukur karena kau memberi sarung tanganku kepadaku, mungkin jika tidak aku telah mati membeku disana.
            Ehm Shou, Kau tahu sejak kapan aku suka kopi?pasti kau tidak tahu. Aku akan memberi tahumu suati rahasia, tapi aku harap kau tidak membocorkan rahasia ini kepada siapapun. Kau janji? Baiklah janji jari kelingking ya..
            Sebenarnya aku suka kopi sejak aku suka kepada seseorang.kau tahu? Dia sangaaat tampaan, sabar dan senyumnya sangat menawan. Dia juga adalah seorang yang rela berkorban walaupun dia tak mengenal baik orang yang ditemuinya. Dia orang yang hangat. Aku suka semua yang ada pada dirinya.
            Kau tahu siapa orang itu?
            Ya, orang itu adalah kau Fujisawa Shouji. Kau yang ramah kepadaku, kau yang sabar, kau yang selalu tersenyum, kau yang baik hati, kau yang penuh dengan kehangatan, kau yang segalanya bagiku.
            Mungkin kau baru mengenalku tapi aku sudah lama mengenalmu, sejak pertama aku bertemu denganmu, saat aku melihat heranmu saat aku memesan 3 cangkir kopi. Aku suka melihat wajah terkejutmu. Dan kau tahu? Entah sejak itu aku selalu ingin datang ke tempatmu. Mungkin benar kata orang kopi mengandung kafein dan kafein mengandung candu, seperti aku yang terkena candu olehmu.
            Ohya Shou, apakah kau tahu? Aku sangat terkejut saat aku melihatmu berhenti malam itu di hadapanku. Aku rasanya bermimpi, dan lidahku kelu sampai satu jam kita hanya diam. Sebenarnya aku ingin menegurmu tapi rasanya aku tidak bisa. Maafkan aku yang sudah merepotkanmu malam itu.
            Terimakasih karena kau telah mengisi hari-hari kelamku dengan senyummu, karena Shou aku mencoba bertahan menghadapi hidupku yang mungkin tak akan lama lagi.
Maaf aku telah lancang karena memiliki rasa kepadamu, pemuda yang sempurna tapi rasa ini tidak bisa beralih.
            Di akhir surat ini aku hanya ingin mengatakan satu hal padamu.
            Aku mencintaimu Shou.
            With Love,
Amane Kaoru
            

Puisi Untuk Senja



Aku hanya sendiri
Berdiri disini
Menanti matahari
Memulai mimpi
Kau berada disana
Berteman mega
Terbang bersama cakrawala
Membelah langit nirwana
Kau tak tahu
Aku menantimu
Bergelayut pada rindu
Dan mulai membatu
Mengenang asa saat bersamamu