Bukit Menoreh

Bukit Menoreh

Indonesia punya banyak cerita

Masjid Cheng Ho

Masjid Cheng Ho

Indonesia punya banyak cerita

Istana Burung

Istana Burung

Indonesia punya banyak cerita

Top Selfie Pinus

Top Selfie Pinusan Kragilan

Indonesia punya banyak cerita

Jumat, 27 Mei 2011

Jaman Gue part 2

situasi 1 : people said......

Jaman Gue...

SD people said, "ih, lucu bangte sih kamu..."
SMP people said, "aih, udah pinter imut laagi..."
SMA people said, "astaghfirullah, amit-amit..." ((-- *kejam

situasi 2 : beli pulsa....

Jaman Gue...

SD : pulsa?? buat apa??
SMP : pulsa mah lancar-lancar aja tuh...
SMA : Pulsa?? ngutang dulu yaaa... :D *miskin

Kamis, 26 Mei 2011

Jaman Gue part 1

Jaman Gue adalah sebuah perbandingan dari jaman SD sampe SMA yang berisi fakta.

Jaman Gue Part 1

Situasi 1 : temen bawa majalah

Jaman Gue....
SD : "Majalah apaan sih?" *gaya cuek tapi ujung-ujungnya minjem* -__-
SMP : "Waah, majalah yaaa?? pinjem donk.." *lebay mode On*
SMA : "entar gue pinjem yaaa...." *langsung boking*

Situasi 2 : menjelang Ujian Nasional

Jaman Gue....
SD : udah les ya udah, berarti udah belajar, tinggal tidur deh...
SMP : les di sekolah, les di luar sekolah, nginget dikit...
SMA : les, tryout, belajar soal-soal sampe hafal soal dan jawabannya, ngurusin SNMPTN sampe akhirnya maes, capek terus tidur... -_-

Selasa, 24 Mei 2011

Sekuel Satu Jam Saja


Sekuel Satu Jam Saja -Dan Kutemukan Penggantinya-



Ya, hari ini aku harus pergi. Berat rasanya, bahkan amat sangat berat. Aku harus meninggalkan orang-orang yang sangat aku sayangi, dan aku harus bisa melupakan rasa sakit ini. Hhhh... kecewakah aku saat harus berkata ‘kita harus berpisah’?? pastilah, berat dan amat sangat kecewa.
 Memang sudah satu minggu yang lalu aku bertemu dengannya dan aku harap itu untuk yang terakhir kalinya. Hahhahaa... munafik sekali aku ini..., aku memang menyarankan otakku untuk selalu berpikir bahwa aku bisa melupakannya tapi nyatanya dalam hatiku berkata lain. Aku masih mengharapkannya dan kalau saja dia tidak dijodohkan oleh orangtuanya mungkin sekarang dia masih bersamaku. Hhh, positive thinking dan tanamkan dalam jiwa bahwa aku bisa melupakkannya. Ya, harus! Wajib!

Bukankah aku ini seorang pengecut?? Untuk melupakannya aku harus pergi jauh ke negeri orang, tapi kalau ini memang cara yang terbaik, mengapa tidak? Ok, aku akui bahwa aku memang pengecut, bahkan sangat pengecut, aku tidak berani lagi menatap ke belakang. Ah, kan kata orang kita harus melangkah ke depan bukan?? Tapi katanya pengalaman adalah guru terbaik. Dan aku harus percaya dan menerapkan itu sekarang ini.

It’s time to forget it!

Aku menyandarkan tubuhku ke jok kursi penumpang pesawat. Hhhh... mulai kupejamkan mataku dan siluet-siluet itu kembali ke dalam otakku. Siluet pertemuan pertama siluet saat dia mulai mendekatiku siluet saat dia menyatakan cinta siluet saat dia menyanjungku daan pada akhirnya siluet saat dia harus pergi. Aku mendesah. Berdoa dalam hati semoga dia baik-baik saja dan bisa melupakan aku cepat ataupun sebaliknya. Yah, aku sendiri tak yakin.

Aku membuka mataku dan melihat pemandangan di bawah sana, melihat pemandangan hijaunya alam ciptaan Tuhan dan indahnya lukisan alam yang tercipta. Aahh, andai saja saat ini aku sedang bersamanya tak mungkin aku bisa melihat alam yang sangat indah ini, mungkin aku telat menyadarinya, tapi toh tak apa, lebih baik telat daripada tidak sama sekali. Ok, aku mulai ngelantur.

Aku merenggangkan otot-ototku. Kuedarkan pandanganku ke seluruh penjuru yang masih bisa kulihat. Dan aku dapati seorang pria tertidur di sampingku. Pria ini memakai kacamata hitam dengan baju rajutan abu-abu, aku akui pria ini cukup ehhhmmm... keren.

Pria yang tertidur di sampingku menggeliat. Dia membuka kacamatanya. Dan menatapku yang tengah meandanginya. “hei you! What you see??”,tanyanya setengah membentak. “eehmmm... no”,jawabku dan menolehkan kepalaku ke arah jendela. Uh, sungguh menyebalkan lelaki ini. “strange girl!”,gumaman lelaki itu terdengar di telingaku. Hei, dia bilang aku aneh?? Dasar bule gila!! “dasar cowok sok!!”,umpatku agak keras. Dia menoleh ke aarahku dan memelototkan matanya. “kamu bilang apa tadi??”,tanyanya. “eng...enggak kok, nggak ngomong apa-apa”,jawabku dan menambah wajah watados. Lelaki itu menoleh kembali ke depan dan memakai earphone di telinganya. “maaf ya mas, nggak boleh pake barang elektronik di pesawat”,tegurku. Dia kembali menoleh ke arahku. “mas?? Sejak kapan gue nikah sama mbak lo??”,sinisnya. Eeerrr... benar-benar menyebalkan lelaki ini. “dibilangin juga!!!”,bentakku, membuat semua mata tertuju pada kami. Dia hanya menunjukan deretan giginya ke semua ynag menoleh ke arah kami dan mengucapkan maaf.“hei! Lo gila yaa?? Teriak-teriak segala!”,katanya mengecilkan suaranya. “iya, gue gila deket-deket sama orang kayak lo!”,balasku. “cewek aneh!”,gerutunya dan segera melepaskan earphonenya. “puas lo?”,tanyanya. Aku hanya diam. “rese!”,umpatnya setelah melihat diamku.

Hh, dasar cowok gila! Menyebalkan! beda sekali dengan dia. Ah, kenapa aku selalu membanding-bandingkan lelaki lain dengan dia sih?? Apakah dia begitu sempurna dimataku?? Sepertinya sih begitu. Aaahh, kalau begini bagaimana bisa aku melupakannya??? Aarrrggghhh.... bisa gila aku.

Aku mendesah, mungkin sangat keras sehingga si cowok sok tadi menoleh ke arahku lagi. “lo gila yaa?”,tanyanya meremehkan. “lo tuh yang gila! Gue harap gue nggak bakalan ketemu sama lo lagi!”,kataku ketus. “heh, siapa juga yang mau ketemu sama lo?! Yang ada gue jadi gila ketemu sama lo! Lo itu musibah buat gua...!”,katanya tak kalah ketusnya. Aku melebarkan mataku. “heh! Ngomong tuh dijaga yaaa... musibah...musibah..., lo tuh yang musibah buat gue... gue heran deh kok ada ya orang yang kayak lo?? Yyaaa Tuhan apa salah hamba sehingga Engkau mempertemukan hamba dengan orang yang seperti ini???”,ujarku sambil berdoa. “yang ada gue yang seharusnya ngomong kayak gitu... lo tuh beruntung bisa ketemu saama gue yang cakep, perfect kayak gini... lo liat aja diri lo! Kurus, item, apa coba yang bisa lo banggain???”,ejeknya. Aku melotot lagi. “heh! Lo itu yaaaa......!! eeerrrrr....! nyebelin banget sih lo jadi cowok?! Rese!”,kataku kehabisan kata-kata dan kembali membuang muka. “ahahaaa... nggak bisa bales kan lo?! Gue menang... gue menang...”,katanya seperti anak kecil yang diberi permen oleh ibunya. “ih, childish banget sih!”,sindirku. “apa lo bilang? Sini gue buktiin kalo gue nggak childish”,katanya. Dia mulai mendekat ke arahku. Hei, apa yang akan dia lakukan. “heh, mau ngapain lo?? Jauh-jauh!!”,perintahku dan menjauhkan badanku sejauh yang aku bisa. “diem! Gue bakal buktiin ke elo!”,desisnya dan menangkap tanganku. Tuhan tolong hambaMu ini Tuhan... aku meronta meminta dia melepaskan tanganku. Sayangnya dia sangat kuat menggenggamnya. Aku mulai panik dan bedoa dalam hati. Mukanya kini persis di depan mukaku, bahkan aku bisa merasakan deru napasnya dan bisa melihat mukanya yang bisa dibilang cakep banget. Aku mulai memejamkan mataku, ketakutan. “heh, denger yaa, gua nggak mungkin ngapa-ngapain lo! Lo bukan tipe gue... dan lo inget! Jangan pernah ngomong kalo gue ini childish”,bisiknya tepat ditelingaku, dan aku sekarang bisa merasakan kalau dia sudah menjauhkan dirinya dan melepaskan genggamannya. Sungguuh, aku sangat malu dan dia sangat kurang ajar! “sial lo!”,runtukku. Dia hanya melirik dan tersenyum meremehkan. “siapa yang childish? Lo apa gue?”,sindirnya. “damn!”,sungutku. Dia hanya tertawa melihatku yang kesal.

Akhirnya sampai juga di melbourn. Aku clingak-clinguk mencari orang yang menjemputku. “miss agni??”,tanya seorang pria yang kalau dilihat-lihat seumuran denganku. “yes, do you pick me up?”,tanyaku. “ya, saya ditugaskan untuk menjemput anda...”,jawabnya dalam bahasa indonesia. “ooh, bisa bahasa indonesia jugaa....”,celetukku. “hahahaa, benar, saya asli dari indonesia...”,katanya. “ah, jangan terlalu formal”,pintaku. “jadi bagaimana? Bukankah anda harus saya layani?”,tanyanya masih formal. “jangan pake anda cukup agni atau kamu saja, kesannya jadi gimanaaaa gituu...”,jawabku geli. “ooh, baiklah...”,katanya. “jadi sekarang mau gimanaa? Aku bisa antar kamu kemana?”,tanyanya mulai dengan bahasa yang tidak formal. “eehmm, aku capek, bisa anter ke penginapan?”,tanyaku. “baiklah, tentu saja...”,jawabnya. Dan mempersilakanku jalan duluan, dan dia baru saja menyamakan langkahku. “eehmm, nama kamu siapa?”,tanyaku. “alvin”,jawabnya singkat. Uh, orang ini terlalu kaku. “ooh, kalo gitu salam kenal, aku agni...”,kataku dan mengulurkan tanganku. Dia membalas dan tersenyum. “bagaimana perjalanan tadi?”,tanyanya, bisa kupastikan dia hanya bsa-basi saja. “menyebalkan”,jawabku jujur dan refleks, ya bagaimana tidak? Aku tiba-tiba melihat cowok sok tadi. Alvin menyeritkan dahi. “memang apa yang terjadi?”,tanyanya. “eeh,, nggak kok, salah ngomong”,jawabku gelagapan. “tadi di jalan baik-baik aja...”,tambahku. Alvin hanya ber-oh.

“jadi ini penginapanku?”,tanyaku sesampainya di depan sebuah apartemen yang berlantai 5. “ya, apakah kamu suka?”,tanya alvin. “ya, mungkin”,jawabku. Ya iyalah, bagaimana aku mau menjawab tidak suka? Gila saja! “ayo masuk”,ajak alvin sambil mengangkat koperku. “ya”,jawabku. Aku dan alvin bersamasama berjalan ke dalam apartemenku.

“maaf ini hanya sebuah apartemen kecil”,kata alvin. Hh, sungguh kaku orang ini, bisa bosan aku dengannya, tidak seperti dia yang gokil, baik, ramah, pengertian, aaahhh, kenapa dia selalu saja berkeliaran di otakku???? Apakah aku tidak bisa lepas dari bayangannya?? Ya Tuhan, semoga saja aku bisa melepas bayangannya dariku.

“ag...”,alvin melambaikan tangannya di depan wajahku. Aku gelagapan, ternyata dari tadi dia mengajakku untuk memberesi apartemen baruku tapi akunya malah melamun. “eh, iya...”,ucapku. “jangan melamun, disini jarang sekali orang melamun...”,pesannya. Aku hanya mengangguk. “ohya Vin, besok aku gimana pergi ke kantornya?”,tanyaku memecahkan keheningan. “besok aku akan menjemputmu, jadi kamu tenang aja...”,jawab alvin. Aku hanya mengangguk-anggukan kepalaku tanda mengerti. “bagaimana pekerjaanmu di indo?”,tanya alvin. “baik-baik saja, dan cukup melelahkan, ya bagaimana tidak? Aku selalu saja disuruh rapat ini itu.. kadang jenuh juga sih...”,jawabku sambil curhat. Hahaha, sambil menyelam minum air deh. “ya, untuk orang sepintar kamu memang selalu dibutuhkan...”,ucap alvin. “ah, bisa saja...”,ujarku malu. “aku pernah baca quote yang mengatakan sebaik-baiknya manusia adalah dia yang bermanfaat bagi orang lain”,tambah alvin. “berarti aku orang baik donk??”,tanyaku cukup bodoh. Alvin hanya tersenyum, mungkin dia menganggapku aneh dan bodoh. “kamu unik...”,ucap alvin. Hah? Unik? Mungkin kata pengganti aneh? “unik apanya? Bilang aja aneh...”,cibirku. “betulan, kamu itu unik bukan aneh...”,ujar alvin dengan bahasa formal yang aneh. Mana ada bahasa indonesia betulan? Yang ada juga beneran? Hahaha, ada-ada saja orang ini, tapi kok ada rasa aneh yaaa?? Au merasa dia tak sekaku tadi? Bahkan cukup menyenangkan, tak kalahlah dengan dia. Ah, dia lagi... tapi sebuah awal yang bagus karena aku membandingkan alvin lebih bagus dibandingkan dengan dia.

“kalau kamu butuh apa-apa kamu bisa meneleponku, aku sudah meletakkan nomorku di atas meja telepon, ohya, satu lagi aku tinggal 2 kamar dari sini...”,pesannya sebelum pulang. “ok, thanks...”,ucapku. “night...”,pamitnya. “night too...”,balasku. Aku mengantarkannya sampai ke depan pintu kamarku. Aku melihatnya sampai dia memasuki kamarnya.

Kubuka ponselku. Ah, ada pesan masuk. Ternyata dari sahabatku.

Agni, gimana disana??? Kangen gue nggak ada lo... kantor jadi sepi... aaaaa... miss u :*

Ah, dasar shilla! Ada-ada saja dia.

Hahaha, gue emang ngangenin...:p. Baru nyampe nih, capek banget... besok gue ceritain hari pertama gue disini...ok? bubbay.. miss u too :* hahahaa

Setelah kubalas sms dari shilla aku segera pergi ke kamar mandi, badanku capek dan lengket, padahal tadi aku tidak melakukan pekerjaan berat.

Aah, segarnya, yah, walaupun tadi aku mandi air hangat. Hehehe... kubuka lemari es yang ada di apartemen ini, ah, hanya ada sekaleng sarden dan mie instan dan beberapa botol cola . Aku mengambil satu bungkus mie instan. Dan...

Ting tong.

Ah, mengganggu saja, malam-malam begini bertamu, ah, mungkin saja tetangga baru. Segera kubuka pintu untuknya. “alvin?”,pekikku. Mau apa dia malam-malam begini? “makan malam??”,tanyanya sambil mengulurkan dua kotak KFC di depannya. Aku tersenyum. Ah, pria ini.... “tau saja kamu Vin...”,ujarku. Alvin ikut tersenyum. “ yuuk masuk..”,ajakku. Alvin tanpa sungkan masuk ke dalam apartemenku. “duduk dulu Vin...”,kataku mempersilakannya. “thankso”,balasnya dan duduk di ruang makanku. Aku berjalan ke lemari es dan mengambil 2 botol cola.

“thanks yaa..., baru aja aku mau bikin makanan...”,kataku di tengah-tengah makan malam. “urwell..., aku tahu kamu pasti bingung mau makan apa...”,ucap alvin. “tau aja... hehehee...”,balasku sambil nyengir gaje. “gimana keadaan disini?? Jujur, aku baru pernah kerja disini...”,tanyaku mencairkan suasana. “hmm, menyenangkan, Cuma kita dituntut supaya lebih disiplin sama lebih berusaha aja..., ya maklumlah, budaya orang barat kan beda sama budaya orang timur, ohya, disini juga harus tepat waktu! Jadi telat satu detik aja! Beuh, dapet kultum dulu deh...”,jawab alvin. Aku hanya tersenyum mendengarnya, lucu juga alvin ini. “hahahaaa, bisa aja kamu Vin, ohya, btw kamu udah berapa tahun disini?”,tanyaku lagi. “aku baru 3 tahunan, tadinya di indo, tapi baru setahun dipindah...”,jawabnya. “hebat donk! Berarti kamu orang-orang pilihan tuh...”,pujiku. “ah, nggak segitunya kok...”,katanya. “ohya, weekend kita nggak kerjaa kan??”,tanyaku dengan tatapan memelas. Alvin terkekeh dan mengangguk. “ya enggaklah, tapi tegantung sih, ada yang ambil lembur apa nggak...”,jawabnya. “weekend temenin pergi yaaa..”,pintaku. “ngapain? Kemana?”,tanya alvin. “ya kemana aja... terserah kamu, yang penting keliling melbourn, jadi aku kan nggak buta jalan disini...”,jawabku. “ok, apapun yang anda butuhkan saya siap miss...”,kata alvin dengan bahasa yang kembali formal. “ah, apaan sih kamu... balik lagi deh...”, dengusku. Alvin hanya nyengir.

“sekali lagi thanks yaa... kayaknya aku jadi betah deh kalo ada kamu... hehehee..”,kataku saat mengantarkannya ke depan pintu. “ah, bisa aja deh... yodah, bye... night again...”,pamitnya. “byee.. night...”,balasku.

Ting tong.

Pasti alvin, ya, jam memang menunjkan pukul 07.30, memang masih setengah jam lagi, tapi aku rasa lebih baik terlalu pagi daripada telat.

“hai”,sapanya saat aku membuka pintu. “hai juga, masuk dulu atau langsung?”,tanyaku. “langsung aja, udah siap kan?”,jawab dan tanyanya. Aku mengangguk. “aku ambil tas dulu yaa...”,pamitku dan segera mengambil tas.

“yuk”,ajakku saat keluar. “ayo”,balas alvin. Aku dan alvin menaiki toyota nori miliknya. Wah, baru kali ini aku menaiki mobil ini, dan rasanya luar biasa, aku heran, bisa-bisanya manusia dengan segala keterbatasannya membuat sebuah mobil dari serat rumput laut. Fantastik bukan? Sepertinya semakin hebat saja manusia di dunia ini. Tapi tentunya kita tidak boleh melupakan yang Maha Kuasa, bagaimanapun juga Dialah segalanya.
“aku baru pernah naik mobil ini, di indo belum ada...”,cetusku. Alvin hanya tersenyum. “aku juga baru kemaren-kemaren nyobain, overall, ini keren banget, coba aja aku ikut bikin? Pasti bangga banget deh,,,”,katanya sambil menatap jalanan. “ya, pasti bangga banget, ya, gimana nggak bangga? Ini kan suatu penemuan yang luar biasa...”,tambahku. “ya, dan kita harus kasih penghargaan buat ini semua..”,ucap alvin. Aku menyetujui ucapannya. Dan kurasa aku nyambung dan cukup nyaman bersamanya. Dan alvin bisa membuatku lupa dengan dia.

Aku dan alvin sampai di sebuah gedung dengan 39 lantai. “serius disini?”,tanyaku. “ya, kenapa? Kecil yaa??”,tanya alvin. Aku menggeleng cepat. “nggak kok, beda banget sama yang ada di indo, dulu kantorku nggak setinggi ini”,jawabku. “kalo disini sih ini kecil, tapi jangan dilihat kecilnya yang penting kualitasnya...”,ucap alvin. Aku mengangguk-angguk.

**

Weekend, nggak kerasa udah hampir satu minggu aku disini dan selalu ada alvin disampingku dan bagusnya lagi aku tidak pernah lagi mengingat dia, dan aku rasa dia sudah mulai melupakanku karna aku pun begitu... ternyata keputusanku benar untuk pergi dari indonesia.

“hai, udah siap?”,tanya alvin menghampiri apartemenku. “siap”,jawabku mantap. “ya udah, ayuukk..”,ajak alvin sambil meraih tanganku. Eh, kok? Aku rasa ada yang aneh. Tapi yang jelas aku senang, aku hanya diam, tidak melawan ataupun bertanya, ak hanya merasakan degup jantung yang seperti tengah berkejar-kejaran dengan waktu.

Alvin mengajakku berkeliling kota. ah, hari masih terlalu sore, tapi angin-angin ini nakal sekali, selalu saja membuat rambutku berterbangan, dan bodohnya aku adalah, aku tidak membawa topi, habis bagaimana aku bisa tahu kalau alvin akan mengajakku ke taman seperti ini? Dia tak mengatakan apapun kepadaku sebelum kami pergi. Yang aku tahu ini adalah sebuah taman kota yang terletak di tengah-tengah kota ini, kata alvin ini adalah salah satu upaya go green untuk mengurangi pemanasan global.

Satu Jam Saja


Aku kembali memandang jendela luar cafe. Ah, sudah satu jam lebih aku menunggunya. Tapi rasa bergemuruh itu selalu melandaku ketika aku hendak melangkahkan kakiku untuk pergi meninggalkan tempat ini. Rasa khawatir selalu singgah di hatiku dan berbagai pertanyaan muncul di otakku. Bagaimana kalau dia datang? Dia pasti akan mencariku. Ah, benarkah? Dia akan datang atau tidak saja, aku belum tahu. Mungkin dia masih sibuk dengan ‘urusannya’ yang sekarang. Hhh, aku kembali menghela napas. Sudah cukup! Dia memang tidak akan datang. Apa sih susahnya menyempatkan waktu satu jam saja? Terlalu sibukkah dia?

Kali ini aku benar-benar melangkahkan kakiku keluar dari cafe ini. Dengan langkah gontai aku menghampiri honda jazz merahku. Sebelum masuk ke dalam mobil, kembali kusempatkan diriku menengok ke cafe tadi dan mendesah. Sudah berapa kali dia mengecewakanku? Aku sudah lelah. 


Aku membanting diriku ke atas ranjang. Benar-benar lelah. Tahukah dia aku telah menyempatkan waktu luangku hanya untuk dia? Hh, dia memang tidak pernah tahu apa-apa tentang diriku. Aku yang selalu sibuk dengan urusan kantor saja rela meyempatkan waktuku hanya untuk bertemu dengan dia. Aku terlalu bodoh atau polos sih?? Bukankah seharusnya aku bisa menduga kalau dia tidak akan datang? Hh, berapa kali aku harus menghela napas???


Aku kembali teringat saat aku sedang dalam keadaan galau. Malam itu aku tanpa sadar mengirimkan sebuah sms kepadanya yang berisi ajakan untuk minum kopi bersama di cafe dekat kantornya. Ya, dekat kantornya, tapi kenapa dia tidak datang? Padahal jaraknya hanya sekitar 100meter dari kantornya. Ah, sudahlah. Dan dia menyanggupinya. Saat itu juga aku terlonjak kaget. Bagaimana tidak? Sudah satu tahun aku dan dia tanpa komunikasi tapi tiba-tiba dia mau menerima ajakan konyolku. Dan beberapa detik kemudian senyum tersungging di wajahku tapiii sepersekian detik aku kembali muram. Ya, aku bodoh. Aaah, kenapa aku bisa sebodoh ini sih?? Aku mengajaknya dan aku tidak tahu apa yang harus aku bicarakan padanya. Dan jika dia bertanya kenapa aku tiba-tiba mengajaknya pergi, apakah aku harus menjawab kalau aku sedang rindu berat kepadanya?? Aarrgghh... tidak mungkin kan?


Dalam anganku aku tidak meprediksikan bahwa dia tidak akan datang seperti saat ini. Aku kira dia benar-benar menepati janjinya. Dasar lelaki! Aku bangun dari posisi tiduranku dan meraih hape yang ada di meja rias. Nihil. Tak ada satu pun sms atau panggilan darinya. Dia memang benar-benar lupa dengan janjinya kepadaku. 

Aku kembali beraktifitas pada hari senin, kejadian itu terus menghantuiku sepanjang hari Minggu kemarin. Aku benar-benar kecewa. Ya, aku tahu, aku terlalu tolol untuk mengharapkan dia datang. “hii”,sapa seorang kepadaku. Ah, sial sekali, orang ini lagi. Harus berapa kali sih aku menunjukan rasa tidak sukaku kepada orang ini? Aku hanya tersenyum muram. Orang ini menatapku aneh. Aku yang risih segera berjalan melewatinya. Tidak sopan sekali orang ini, menatapku seperti tadi. Aku bergidik ngeri. 


Aku masuk ke dalam ruanganku. “pagi”,sapa sahabat sekaligus sekretarisku. “pagi juga”,balasku. “eh, kemaren gimana?”,tanya sahabatku. “gimana apanya?”,tanyaku balik. “lo sama dia”,jawab sahabatku. Aku mendesah sebentar. “dia nggak dateng”,jawabku lirih. Sepertinya sahabatku tercekat. Dia menghampiriku dan mengelus punggungku. “mungkin dia sibuk”,kata sahabatku. “sibuk? Sibuk sama ‘urusannya’?”,sinisku. “posthink aja deh”,tambah sahabatku itu. Ah, bagaimana bisa posthink? Dia terlalu mengecewakan. 


Ponselku berdering sangat nyaring, membuat aku harsu menghentikan sebentar meeting yang sedang berjalan. Private number. Siapa? Tak butuh waktu lama aku mereject panggilan tanpa nama tersebut dan mendiamkan ponselku. Aku kembali melanjutkan meeting yang sedang kupimpin. Ah, kacau. Panggilan itu sudah mengacaukan segala kata yang sudah aku susun. 


Aku kembali membuka ponselku, sudah satu jam tadi meeting selesai, tapi aku baru membukanya kembali. 5 panggilan tidak terjawab. Dan semuanya dari private number. Ada 10 sms masuk dan itu dari DIA. Aku tak menyangka. Aku membuka satu persatu pesannya. Mulai dari yang pertama. Dia hanya menuliskan satu kata yaitu maaf. Aku membuka yang kedua dan dia menanyakan aku dimana. Aku membuka yang ketiga dia mengatakan bahwa dia ingin bertemu denganku. Yang keempat dia bertanya kenapa tidak menjawab teleponnya. Yang kelima dia terus bertanya ku mau tidak bertemu dengannya untuk meminta maaf. Yang keenam dia menyatakan penyesalannya kemarin. Yang ketujuh dia menulis puluhan kata maaf. Yang kedelapan dia menanyakan kenapa aku tidak membalas smsnya. Yang kesembilan dia berkata bahwa jika aku memaafkannya aku harus datang ke cafe yang kemarin hari ini juga dan dia menuliskan kata sekarang. Aku segera melihat jam dikirimnya sms ini. Oh my... sudah satu jam lebih. Aku segera mengambil kontak mobilku dan melaju ke cafe kemarin denga kecepatan tinggi. Berharap dia masih ada disana, tapi aku juga tidak yakin dia masih ada disana atau tidak, ya, secara dia kan ‘sibuk’. Ohya! Masih ada satu sms yang belum aku baca. Aku mengambil ponsel yang ada di dalam tasku. Kubuka sms yang belum sempat terbaca tersebut. Dan isinya i will wait you. Whenever.ILU. ccciiiiiitttttt.... aku mengerem mendadak, ah, beruntung jalan sepi. ILU? Sadarkah dia menulis demikian? Aku harap tidak. It is impossible. Hei, tak sadarkah dirinya bahwa sebentar lagi dia akan menjadi milik orang lain? Bukankah kata itu kan membuatku sakit lagi? Ingat! Sudah 1 tahun hubungan ini berakhir. Aaarrggghh.. aku terjebak dalam permaianan konyolku!!


Aku memutar balik mobilku ke arah kantor. Ingin sekali aku menangis. Dia mengatakan itu? Hal yang memang dulu sempat aku sukai. Tapi tidak untuk saat sekarang. Ingat! Dia milik orang lain. Memang bukan kemauannya tapi tetap saja dia akan menjadi milik orang lain. 


“lho kok balik? Cepet amat?”,tanya sahabatku heran. Aku segera memeluknya dan menangis di pelukannya. “kenapa?”,tanya sahabatku lembut. Aku masih terisak. “ok, lo tenangin diri lo dulu yaaa, gue ambilin lo minum dulu”,ucapnya lagi. Aku melepas pelukannya. Dan terduduk. Aku kembali mengingat smsnya. I will wait you. Benarkah? Haruskah aku percaya dengan perkataannya? Benarkah dia tidak akan mengecewakanku lagi? Tapi bagaimana jika dia benar-benar menunggku? Ah, tapi bagaiamana jika dia tidak menungguku? Mulai sekarang aku selalu memikir hal terbaik sampe yang terburuk. 


Aku segera mengambil kontak dan melajukan mobilku ke cafe tadi. Masa bodoh dengan perkataan sahabatku yang melarangku, aku terlalu menyayanginya ternyata. 


Aku menatap satu per satu pengunjung yang berada di cafe, dan kudapati dia tengah memandang keluar jendela. Aku menghela napas sebentar. Relaks saja batinku memotivasi diri. Aku menepuk pundaknya,dia memang duduk membelakangi pintu. Dia menoleh dan tersenyum masam. Aku balas senyumnya dengan masam pula. Aku duduk di hadapannya. “mau minum?”,tawarnya. Aku hanya mengangguk. Terlalu canggung. Dia memesankan minuman kesukaanku. Masih ingat ternyata. Aku hanya tersenyum dan menggumamkan kata terimakasih. Aku dan dia terdiam, seperti orang yang tidak saling kenal. “aku kangen kamu”,ucapnya tanpa menoleh ke arahku. Membuatku tersentak. Aku diam, dan bingung harus berkata apa. “ehmm, gimana kabar tunangan lo?”,tanyaku mengalihkan pembicaraan dan tidak menggunakan aku-kamu. “baik-baik aja”,jawabnya singkat dan menoleh ke arahku. Dia menatapku dalam, matanya yang tajam tetapi teduh mampu menghipnotisku sampai akhirnya sang pelayan datang membawa pesananku. “maaf yaa”,katanya. “udahlah, ngak usah diomongin lagi”,balasku. “maaf kemarin aku nggak dateng, dia nggak ngebolehin aku pergi buat nemuin kamu”,tambahnya dan menghela napas berat. Aku juga menghela napas. “namanya juga calon istri, wajarlah kalo dia ngelarang lo buat ketemu gue”,kataku. Dia menatapku tak percaya. “kamu beneran udah nggak ada rasa buat aku lagi?”,tanyanya, pertanyaan yang sangat aku takuti. Aku diam, tak mengangguk atau menggeleng, tak terucap satu kata pun. “jawab dhe”,desaknya. Dhe? Panggilan itu. “gue nggak tahu, dan jangan panggil gue dengan sebutan dhe, karena gue udah nggak suka itu”,jawabku. Dia kembali menghela napas. “sorry kalo gue keterlaluan kemarin, gue nggak sengaja buat ngajakin lo minum dan sebenernya kalo lo nggak dateng juga nggak papa”,kataku. Munafik. “jadi lo nggak seneng ketemu sama gue? Dan lo nganggep semua itu Cuma kesalahpahaman?”,tanyanya lirih, bisa terlihat jelas bahwa dia kecewa. “nggak gitu juga... bukan gitu...”,sangkalku. “terus?”,tanyanya. “eehhmmm... gue bingung”,jawabku. “tatap mata gue”,perintahnya. Aku diam, tak menatap matanya, terlalu takut bila aku harus menatap matanya, bisa-bisa aku kembali terhipnotis oleh mata elangnya. Dia mengangkat daguku, membuatku meatap wajahnya yang tampan. “i love you”,desisnya. Butiran bening mulai menuruni pipiku. Dia mulai menghapus air mataku dengan jari-jarinya. “jangan nangis, aku nggak suka kamu nangis, aku sakit kalo kamu nangis”,katanya. Air mata justru jatuh dengan derasnya. “kok nambah deres? Jangan nangis donk? Aku nggak mau kamu nangis”,katanya. Aku terisak, air mataku tidak lagi jatuh, aku mulai tegar. “jangan katain kata itu lagi..”,pintaku. “kenapa? Kamu masih sayang sama aku kan?”,tanyanya. Aku tersenyum. “kamu bukan milikku lagi, nggak pantes kamu ucapin kata itu dan nggak pantes aku denger kata itu lagi dari kamu”,jawabku. “tapii aku sa...”,aku meletakkan jariku di bibirnya, membuatnya berhenti berucap. “sssttt.. inget! Bentar lagi kamu nikah”,kataku. “tapi aku nggak cinta sama dia, aku cinta sama kamu”,katanya dengan nada kesal. “nggak, itu salah! Kamu nggak boleh lagi cinta sama kamu dan kamu juga nggak boleh cinta sama aku, benar apa kata ibu kamu, cinta itu pasti akan tumbuh lambat laun saat kamu bersamanya”,nasehatku. Perih. Sangat perih saat harus kuucapkan kata itu. Tapi satu, aku harus kuat. “udah setahun aku nyoba buat cinta sama dia, tapi nihil. Dia nggak bisa gantiin kamu di hati aku”,katanya lirih. Miris. Aku mencoba tersenyum. “kamu pasti bisa, aku yakin itu, asal kamu tahu, pilihan orang tua tak pernah salah, mereka pasti inginan yang terbaik untuk anaknya”,ujarku. “katamu mereka inginkan yang terbaik untuk anaknya, tapi apa? Yang aku inginkan itu kamu, kamu yang terbaik untuk aku bukan dia, jadi kamu salah kalau mereka inginkan yang terbaik untuk aku karena mereka nggak ngerti apa yang aku inginkan”,ucapnya. “hhh, aku capek debat sama kamu, Cuma satu pintaku, belajarlah cintai dia, lupain aku”,kataku pasrah. Ingin aku segera kembali ke rumah dan menangis meratapi nasib percintaanku. “kalo itu mau kamu, aku bakal coba, tapi jangan harap aku bisa mencintainya lebih dari aku mencintaimu”,katanya. aku lagi-lagi tersenyum. “maaf ya aku udah ganggu hubungan kamu sama dia, dengan ngajak kamu minum kemarin”,kataku menyesal, ya, aku sangat menyesal. Aku yang bodoh. “nggak papa kok, semuanya jadi terasa lebih ringan, aku sebenernya pengen banget ngomongin ini sama kamu tapi aku terlalu takut kamu malah sakit hati, dan kenyataannya kamu adalah wanita yang sangat tegar, dan itu yang membuatku cinta sama kamu”,tuturnya. Aku menelan ludah. Aku mohon jangan ungkit lagi masa lalu kita. 


“ehmm, gimana kerjaan lo?”,tanyaku mengalihkan pembicaraan. “kerjaan gue baik-baik aja kok, lo sendiri?”,tanyanya. “baik juga, bentar lagi gue dipindahin ke luar negeri, kayaknya sih di melbourn”,jawabku. Ya, rencanaku pergi ke aussie sangatlah besar, Cuma satu, aku ingin melupakannya. “ke melbourn? Apa karna gue?”,tanyanya penasaran. “nggak lah, PD amat sih lo! Ini tuntutan pekerjaan, nggak ada hubungannya sama lo kok”,jawabku bohong. “ooh, gue kira karna gue, jangan pernah lupain gue yaa”,pintanya. Aku mengangguk. “pasti”,ucapku getir. Aku nggak akan pernah lupain kamu, karena kamu punya andil besar dalam hidup aku, tapi aku berharap aku bisa lupain kamu karena aku nggak mau hidup di bayangi wajah kamu lagi lanjutku dalam hati tentunya. 


Tiba-tiba dia maju ke panggung dan mengambil microfon. 

“disini gue bakal persembahin lagu buat lo, my lovely, i will always loving you”,ucapnya dan menatapku. Aku tak terlalu percaya dia bisa sePD ini, dan aku tercengang. Pengunjung yang lain ikut menatapku dan bertepuk tangan menyemangatinya. 

Jangan berakhir
Aku tak ingin berakhir
Satu jam saja
Ku ingin diam berdua
Mengenang yang pernah ada


Dia memejamkan matanya, meresapi setiap bait dan aku pun merasakan makna tiap bait itu. Harapan.


Jangan berakhir
Karna esok takkan lagi
Satu jam saja
Hingga kurasa bahagia
Mengakhiri segalanya
Tapi kini tak mungkin lagi
Katamu semua sudah tak berarti
Satu jam saja
Itupun tak mungkin
Tak mungkin lagi
Jangan berakhir
Ku ingin sebentar lagi
Satu jam saja
Izinkan aku merasa
Rasa itu pernah ada...


Lagu habis dia membuka matanya. Menatapku dalam. Aku tahu itu adalah tatapan pengharapan. Tapi seperti lagu tadi, semua telah berakhir. Berakhir disini. Dia dengan hidupnya dan aku dengan hidupku. Pegunjung bertepuk tangan. Dia kembali ke tempat. 


“lagu harapan”,kataku. Dia tersenyum, senyum yang mampu membuatku semangat saat aku masih bisa bersamanya. “ya, dan seperti apa kata lagu tadi, semua sudah berakhir, tak mungkin lagi dan esok takkan lagi, ini yang terakhir”,kataku. “aku belum siap melepasmu”,katanya. “jangan berakhir aku ingin sebentar lagi dan aku tak ingin berakhir”,lanjutnya. “nggak bisa, cukup satu jam. Dan ini waktunya. Tepat satu jam. Sepertinya kita harus berpisah”,kataku, jujur hatiku sangat perih meninggalkannya, orang yang sangat aku cintai, dan aku harus rela melepasnya demi keinginan orangtuanya. Ah, miris sekali nasib cintaku ini, saat aku menemukan belahan jiwaku aku harus rela dengan kenyataan yang menyatakan bahwa aku harus meninggalkannya. Cinta tak harus memiliki, ah, kata yang sangat munafik. Dalam kanyataannya, siapa sih yang tidak mau memiliki? Jawabannya tak ada. “boleh aku memelukmu untuk yang terakhir kali?”,tanyanya. Aku mengangguk. Dia beranjak dan memelukku erat. Lama. Hangat. Pelukan yang selama satu tahun ini tak pernah lagi aku rasakan, dan sekarang ini adalah pelukan yang terakhir kalinya. Aromanya yang sangat khas membuatku tak pernah lupa dengannya.
“makasih buat hari ini, see you”,ucapku dan pergi meninggalkannya. Aku tersenyum. Ya, aku pasti bisa melupakannya dan satu harapanku. Semoga dia bahagia dengan pilihan orangtuanya.



~the end