Bukit Menoreh

Bukit Menoreh

Indonesia punya banyak cerita

Masjid Cheng Ho

Masjid Cheng Ho

Indonesia punya banyak cerita

Istana Burung

Istana Burung

Indonesia punya banyak cerita

Top Selfie Pinus

Top Selfie Pinusan Kragilan

Indonesia punya banyak cerita

Sabtu, 31 Desember 2011

DETIK TERAKHIR


DETIK TERAKHIR

Apa yang akan kamu lakukan ketika ada orang yang mengatakan bahwa waktumu tak kan lama lagi?

Berusaha tegar atau berusaha lari dari kenyataan?



Lari, lari dan lari. Hanya itu yang bisa aku lakukan saat ini. teriakan demi teriakan aku abaikan. Yang aku butuhkan saat ini hanya sebuah ketenangan. Apakah mati bisa membuatku tenang? Jika boleh aku memilih, aku akan lebih baik mati, toh sebentar lagi aku tak lagi bisa memilih.

Bbrruukk

Aku mengusap kasar kristal yang berjatuhan di pipiku. Dan kembali bangkit dari jatuhku. Tanpa peduli dengan darah yang keluar dari lututku aku kembali berlari dengan kaki terpincang-pincang. Dan kini rasa sakit itu kembali aku rasakan. Dan rasanya aku sudah tak sanggup lagi untuk berlari. Aku lelah.
Aku berlutut dan menatap nanar aspal.

Tes..tes..tes..

Titik-titik air membentuk jejak di permukaan aspal hitam itu.

“aku tak menginginkanmu airmata bodoh!”,sentakku dan menghapus kasar butiran air mata yang sudah menggenang di pelupuk.

“dan aku juga tak menginginkan penyakit ini! Tuhan kenapa Kau tak adil padaku?”,jeritku frustasi.

“hei kamu! Bisakah kamu kecilkan volume suaramu?kamu ini sudah mengganggu ketenangan semua orang disini!”,seorang dengan suara bariton menegurku.

“apa pedulimu?! Ini hak-ku”,sanggahku tanpa sedikit pun mengadahkan kepalaku.

“aku peduli padamu! Karna itu aku menegurmu! Pakai ini! hapuslah air matamu! Kamu terlihat aneh!”,ujarnya sambil menyodorkan sapu tangan dengan warna coklat muda. Aku mengambilnya dan segera menghapus air mataku. Aku mendongak. Yang aku lihat hanya seorang pemuda berbadan tegap sedang menatapku. Aku mengenalinya, sangat. Tapi sayangnya, dia tak mengenaliku, mungkin. Ya, aku mengaguminya dan bagiku cukup sebagai pengagum rahasia.

“kak cakka”, desisku tak bersuara.

“kamu mengenalku?”,tanyanya ragu. Segera aku menggeleng cepat, aku tak ingin dia tahu bahwa aku telah mengetahui siapa dia.

“ohya? Padahal aku mengenalmu. Kamu agni kan? XI IPA 1? Dan kamu suka memperhatikanku?”,tebaknya dan langsung tepat sasaran.

“ohya? PD sekali”,sangkalku. Aku tahu sekarang pasti wajahku sudah sangat merah. Malu karna aku telah berbohong dan juga malu karna dia ternyata mengetahui bahwa aku suka memperhatikannya. Tapi aku juga senang karna dia ternyata mengetahui namaku.

“aku tak PD, itu memang fakta. Kamu pikir aku tak tahu? Heh?”,ujarnya.

“terserah apa katamu dan terimakasih karena sudah berusaha untuk peduli padaku”,kataku mengalihkan pembicaraan. Aku mencoba untuk berdiri.

“aarrgghh”,aku mengerang, kakiku sepertinya sudah tak sanggup lagi menompang tubuhku dan alhasil aku tak bisa berdiri.

“kamu tak apa?”,tanya kak cakka. Aku hanya menggeleng sambil meringis menahan sakit. “sudahlah tak usah berpura-pura kuat begitu, sini aku bantu”,tawarnya dan mulai mengangkat tubuhku. Aku tak bisa lagi mengelak. Dan sekarang aku berada di gendongannya. Jantungku rasanya berpacu lebih cepat.

“apakah kamu tak keberatan?”,tanyaku sambil menatap wajahnya yang begitu berkharisma. Aku tak pernah menyangka bahwa aku akan melihat wajahnya dari jarak sedekat ini. biasanya aku hanya melihatnya dari kelasku yang bersebrangan dengan kelasnya.

Dia menatap lurus kedepan dan menggeleng.

“terimakasih sudah mau menolongku”,ucapku dan kemudian hening, hanya terdengar suara jantung yang berdetak tak terkontrol.

Kami berdua duduk di bangku taman rumah sakit setelah aku mengatakan bahwa aku tak ingin kembali ke kamar inapku.

“kenapa?”,tanya kak cakkaa entah kepada siapa, pandangannya lurus masih sama,lurus ke depan. Dan kosong.

“kenapa Tuhan selalu disalahkan ketika seorang mendapat musibah?”,tanyanya masih dengan pandangan kosong.

“kamu menyindirku?”,tanyaku sinis. Rasa-rasanya memang dia menyindirku bukan?

“Tuhan tidak bersalah, bukankah dia sudah memberikan yang terbaik untuk kita makhluknya? Untuk bernapas sampai sekarang saja seharusnya kita sudah bersyukur kan?”,ujarnya. Aku diam, meresapi setiap perkataanya.

Kak cakka benar. Tuhan tidak bersalah, ya, aku harusnya bersyukur karena bisa diberi kehidupan sampai sekarang. Kenapa tadi aku menginginkan mati? Bodoh! Aku memang bodoh! Tidak pernah bersyukur dengan apa yang telah Ia berikan.

“jangan menangis lagi! itu hanya akan membuatmu lelah!”,katanya saat air mataku mulai menggenang lagi.
“aku tidak menangis! Sok tau!”,elakku. Darimana dia bisa tahu aku akan menangis, padahal sejak tadi dia sama sekali tak memandangku, dia masih tetap asyik memandang ke depan.

“terserah apa katamu! Aku lebih suka kamu yang seperti ini! yang suka membantah!”,katanya. Aku kembali merasakan warna merah jambu menjalar di pipiku.

“terimakasih..”,ucapku untuk kesekian kalinya.

“untuk apa lagi?”,tanyanya kali ini dia memandangku dengan tatapan bertanya.

“karna kakak telah menyadarkanku dan terimakasih karna kakak telah membuatku semangat untuk menjalani kehidupanku nanti..”,jawabku dan tersenyum. Dia hanya sedikit menarik sudut bibirnya.

“sama-sama”,hanya itu yang ia ucapkan.


**


Senin pagi. Hari yang indah karna akan kulewati hari ini bersama sahabat-sahabatku. Ya, setelah beberapa hari aku rawat inap di rumah sakit kini aku bisa kembali bersekolah. Kata dokter aku mengalami kemajuan pesat, jadi sekarang aku sudah diperbolehkan untuk beraktifitas seperti biasanya tapi dengan syarat aku tidak boleh terlalu lelah dan harus mengatur pola makanku.

“pagi..”,sapaku pada ketiga sahabat baikku. Mereka terbelalak menatapku, seolah tak percaya bahwa aku benar-benar ada di hadapan mereka. Dan sedetik kemudian aku merasakan sesak, mereka memelukku erat, bahkan sangat erat. Ya Tuhan, aku makin tak sanggup meninggalkan mereka.

“agni! Akhirnya kamu sekolah juga! Kita kangen banget sama kamu, kita udah ke rumah kamu nyariin kamu, tapi kata pembantu kamu, kamu nggak dirumah. Kamu kemana aja sih ag?”,cerocos shilla, dia memang paling cerewet diantara kita berempat. Aku hanya menyunggingkan senyum tipis.

“nggak penting aku kemana, yang terepenting sekarang adalah aku udah kembali sama kalian lagi”,jawabku. Dan sepertinya mereka kurang puas dengan jawabanku itu. Mereka menatapku penuh selidik.

“oke deh, kalo kamu nggak mau cerita sama kita-kita, kita paham kok..”,ucap Via. Ah, via memang sahabat yang paling pengertian.

“eh, ag, ada berita gembira lho buat kamu..”,kata Ify dengan mimik bahagia. Aku hanya menyeritkan dahi seolah bertanya “apa?”.

“kak cakka.. kak cakka dia kemaren nyariin kamu..”,katanya setengah berteriak. Aku hanya tersenyum kecil dengan mata berbinar.

“emang dia mau ngapain?”,tanyaku santai, tapi jika kalian bisa merasakan degup jantungku, kalian pasti akan tahu hal yang sebenarnya.

“kita juga nggak tahu, kemaren Cuma nanya ‘agni udah berangkat?’ gitu..”,jawab Shilla.

“ciieeehh, yang lagi di PDKT-in..”,goda shilla, ify dan Via. Aku hanya tersipu malu tanpa bisa mengelak.


**


“agni!”,kudengar suara seseorang memanggil namaku. Aku yang sedang berjalan dengan ketiga sahabatku berhenti dan menengok ke belakang untuk melihat siapa yang memanggilku. Dan kulihat seorang pemuda dengan style yang sangat menawan melangkah cepat ke arahku.

“kak cakka?”,tanyaku saat pemuda itu berhenti tepat di hadapanku. Dia memandangku seolah bertanya “kaget?”.

“ada apa kak?”,tanyaku mengalihkan pandangannya. Dia menggeleng dan aku menyeritkan dahi.

“ehm, kalian bisa kan ninggalin aku sama agni?”,tanyanya kepada ketiga temanku. Ketiga temanku itu hanya mengangguk dan tersenyum menggodaku dan kemudian mereka berlalu.

“kamu mau kemana tadi?”,tanya kak cakka setelah bayangan mereka bertiga hilang di tikungan koridor. Aku menggeleng cepat, tak mungkin kan kalau aku mengatakan kepada kak cakka bahwa aku akan pergi ke kantin?

“bohong!”,tuduhnya dan menatapku tajam. Aku hanya bisa menunduk menghindari tatapannya. Kemudian aku merasakan pergelangan tangaku ditarik. Ya, kak cakka menarik tanganku melangkah menjauhi koridor.

Aku menatap punggunya seolah-olah bertanya “apakah punggung itu akan menompangku kelak?”.

Dan sampailah kami disini. Di taman sekolah yang lumayan sepi. Angin sepoi-sepoi mengiringi langkah kami. Kami duduk di salah satu bangku tepat di bawah pohon akasia. Dan tepat jauh di hadapan kami terdapat bangunan gasebo.

Diam. Hening. Hanya ada semilir angin yang memainkan anak-anak rambut.

“kamu lapar?”,tanyanya. Aku menggeleng.

“lagipula kalau aku lapar, aku pun tak bisa makan sembarangan”,jawabku.

“bukankah kamu harus mengatur pola makanmu? Jangan sampai kamu pingsan karena telat makan!”,sarannya, ada nada khawatir di dalam ucapannya. Aku hanya tersenyum.

“bukan senyum yang aku butuhkan, aku hanya butuh jawabanmu!”,ucapnya ketus. Aku merengut.

“hmm, aku bawa makan kok, tapi di tas, aku tak mau teman-temanku bertanya macam-macam, jadi lebih baik, hari ini aku tak makan siang..”,jawabku seadanya.

“kok gitu?”,tanyanya.

“aku hanya tak mau teman-temanku tahu hal yang sebenarnya terjadi, jadi aku mohon kakak jangan bilang apa-apa ke mereka..”,jawabku.

“ada syaratnya!”,katanya. aku mendelik.

“kok gitu?”,aku kembali mengulang pertanyaannya.

“dilarang copas!”,katanya tanpa senyum dan ekspresi. Kadang aku mengira bahwa kak cakka ini bukan manusia.

“apa?”,tanyaku.

“kamu sekarang harus makan siang, kalau nggak, aku akan memberi tahu teman-temanmu itu!”,jawabnya dengan penuh ancaman. Aku hanya bisa mendengus. Aku menatapnya Dengan tatapan memohon. Dia hanya acuh dan menggelengkan kepala. Aku menghentakkan kakiku, pertanda aku marah.

“terserah kamu mau marah atau nggak!”,katanya cuek dan melangkah pergi. Aku mengejarnya.

“iya, iya, akan aku turuti”,kataku dan mencekal pergelangan tangannya. Dia hanya tersenyum tipis, bahkan sangat tipis.

“ohya? Aku perlu bukti!”,katanya. “dan apakah kamu akan terus mencekalku seperti ini?”,tanyanya tiba-tiba. Aku tersentak dan segera melepaskan tanganku yang memegang tangannya. Dan aku yakin semburat merah jambu itu muncul saat ini juga.

“terbuktikan kalau kamu suka padaku”,katanya PD. Aku mendengus dan meratapi kebodohanku.

“i don’t care!”,kataku dan pergi melangkah mendahuluinya.



Dan sejak saat itu aku dan kak cakka mulai dekat. Makan siang di bawah pohon akasia bersama. Bercerita, walau sepertinya aku yang banyak bercerita. Dan juga bercanda, walau dia tak tertawa.

Dan seperi biasa kami duduk di bawah pohon akasia, bekalku sudah habis. Yang terjadi hanya keheningan diantara kami berdua. Aku menatap wajahnya dari samping. Lekuk yang terlalu sempurna.”jika dengan sakit ini aku bisa dekat dengamu. Sekarang aku beryukur dengan penyakit ini, karna dengan ini aku bisa mengenal sosokmu dari lebih jauh lagi”,batinku. jika ini caramu agar kami dekat, aku terima.

“ada yang ingin kau sampaikan?”,tanyanya dan lagi-lagi tanpa menoleh kepadaku. Aku menggeleng.

“lantas kenapa kamu sejak tadi menatapku seperti itu?”,tanyanya lagi.

“apakah kakak punya sixth sense?”,tanyaku dengan lugu. Dia hanya terkekeh kecil.

“kenapa kamu pikir begitu?”,tanyanya.

“menebak saja”,jawabku. Dia mengacak rambutku.

“kamu ingin tahu?”,tanyanya. Aku mengangguk riang.

“kamu tahu, hanya denganmu lah aku bisa merasakan hal-hal yang lebih”,jawabnya. Entah apa yang aku rasakan saat ini, yang pasti aku senang. Apakah ini berarti dia menaruh hati kepadaku? Aku tak berharap lebih.

“kakak menggodaku?”,tanyaku ragu.

“kamu pikir begitu?”,tanyanya.

“ya, tentu”,jawabku.

“ya sudah, jangan kamu pikirkan! Itu hanya akan membuatmu berpikir keras bukan?”,ucapnya.aku hanya mengangguk mengerti. Ya, memang sebaiknya tak usah membahas hal ini, kalau terus dilanjutkan pasti akan sangat menyakitkan.


**


Sudah beberapa hari terakhir ini keadaanku kembali memburuk, namun aku berusaha menutupinya. Aku harus bertahan! Ya, harus!

“aku rasa akhir-akhir ini wajahmu sangat pucat”,komentar kak cakka saat kami berdua sedang duduk di bawah pohon akasia kami seperti biasa.

“ohya? Masa sih?”,sangkalku.

“aku rasa begitu, kamu sedang tidak mencoba untuk berbohong kan?”,selidiknya dan untuk kedua kalinya dia menatapku tajam. Aku alihkan pandanganku darinya.

“tidak, mana mungkin aku berani membohongi kakak..”,jawabku.

“baguslah kalau begitu”,katanya dam menatap lurus gazebo.

Hening. Lagi-lagi hening, hanya semilir angin yang bergerak sangat pelan, bagaikan ingin mempermaikan suasana keduanya.

“bolehkah aku mengaku?”,tanya kak cakka lirih, lagi-lagi aku tak tahu dia berbicara pada siapa dan untuk siapa, tapi aku yakin itu pertanyaan untukku.

“heh?”,tanyaku.

“aku mengagumimu, menyukaimu, menyayangimu dan mencintaimu jauh sebelum kamu mengenalku, memperhatikanku, mengagumiku bahkan hingga mencintaiku saat ini”,akunya. Aku hanya terbelak, cintaku tak bertepuk sebelah tangan rupanya. Namun, bolehkah aku menemaninya?

“kakak tahu? andai aku bisa membalas cintamu kak, pasti akan kubalas, karna aku memang mencintaimu, dari dulu. Namun, kakak tahu sendiri bagaimana keadaanku kan? Aku tak bisa”,ucapku.

“kamu tak yakin dengan keadaanmu? Kamu menyerah ag?”,tanya kak cakka lirih.

“aku... aku.... aku.. ya, aku menyerah kak, aku tak sanggup lagi, kakak benar! Aku bohong! Aku sakit kak! Keadaanku makin buruk, aku.. aku.. aku nggak kuat kak, aku lelah!”,jawabku. Dan sekarang aku merasakan sakit, sangat sakit, melebihi yang biasanya.dan sepertinya, kini sudah waktunya.

“harus kamu tahu ag, sampai kapanpun aku akan terus mencintaimu..”,ucap kak cakka sambil menggenggam tanganku.

“benarkah?”, okay! Kali ini perih itu sangat melilit. Aku tak kuat! Apakah ini waktunya??

“harus aku lakukan apa lagi agar bisa membuatmu percaya?”,tanyanya. Aku tersenyum, meringis menahan sakit. Tuhan, ini sangat sakit.

“kak, aku ingin kamu bernyanyi..”,pintaku sambil menahan sakit ini. dia menyeritkan dahi. Dan mengangguk.


Nikmati detik demi detik
yang mungkin kita tak bisa rasakan lagi
Hirup aroma tubuhku
yang mungkin tak bisa lagi tenangkan gundahmu
Gundahmu...


Aku merebahkan kepalaku di bahunya, baru pertama kalinya aku merasakan kedamaian seperti ini. Tuhan, bolehkah aku merasakannya lebih lama lagi?


Nyanyikan lagu indah
Sebelum ku pergi dan mungkin tak kembali
Nyanyikan lagu indah
Tuk melepasku pergi dan tak kembali


Suara lembutnya mengalun merdu di telingaku, aku bisa merasakan getarannya, genggaman tangannya yang kuat. Hei, nadanya mulai bergetar senada dengan degup jantungku yang mulai melemah. Dan kini, aku tak bisa lagi mendengarnya. Selamat tinggal kak cakka. Terimakasih untuk semuanya.


Nyanyikan lagu indah
Sebelum ku pergi dan mungkin tak kembali
Nyanyikan lagu indah
Tuk melepasku pergi ...
Ku pergi...
Nyanyikan lagu indah 
Sebelum ku pergi dan mungkin tak kembali
(Mungkinkah aku kembali)
Nyanyikan lagu indah
Tuk melepasku pergi dan tak kembali



FIN

Minggu, 13 November 2011

Tidak Akan Pernah (Flashfiction 200 kata)


Aku terlampau takut mencintaimu. Karna kita bagaikan terpisah oleh palung yang sempit namun dalam, sehingga aku tak sanggup menjangkaumu. Kau yang begitu dekat namun sangat sulit kuraih, begitulah kiranya.

Cinta memang tak mengenal kasta. Benarkah?

Aku mencintaimu dan kamu pun juga mencintaiku. Namun sesuatu yang bernama Adat sangat sulit ‘tuk ditentang bukan?

Aku dan kamu berbeda, berbeda kasta lebih tepatnya. Aku hanya lelaki yang tak mampu berbuat apapun untuk bisa meraihmu. Kamu tahu sendiri, kastamu lebih tinggi dari kastaku dan kau pun tahu bahwa di dalam kastamu seorang wanita tidak boleh menikah dengan seorang lelaki dengan kasta yang lebih rendah dari kasta si wanita.

Masih bolehkah aku mengharapkamu? Seorang wanita dengan derajat tinggi? Seorang wanita dengan gelar bangsawan? Kamu memang wanita yang sempurna yang tak pantas untuk kudapatkan. Aku sadar sepenuhnya dan aku tidak terima akan hal itu.

Bukankah zaman sudah modern? Lantas kenapa adat masih dijunjung tinggi? Bukankah sebagian besar orang tidak peduli dengan Adat? Kenapa kita justru sebaliknya?

Kenapa orangtua kita begitu kolot? Kenapa mereka masih berpegang teguh pada adat yang konyol ini? Dan kenapa harus ada perbedaan? Bukankah semua manusia itu sama dimata Tuhan?

Lantas kapan aku dan kamu bisa bersatu? Jawabannya hanya satu, Tidak Akan Pernah.

Jumat, 21 Oktober 2011

HARDINA



HARDINA

Pemuda dewasa itu terduduk di bangku hatle yang cukup lengang. Kendaraan yang lewat tak begitu banyak, di halte itupun hanya ada dirinya yang duduk sendirian sambil memandang gedung sekolah yang berada di seberang jalan.

Rasanya sudah lama sekali ia tak duduk di bangku itu. Sejak kelas 3 SMA, sejak dia meninggalkan kota ini. Banyak yang berubah disini. Bangku halte ini sudah tercat rapi, kanopi pun sudah terpasang untuk melindunginya dari sengatan sinar matahari yang membakar kulit. Jalanan yang beraspal halus dan trotoar yang sudah tak lagi berlubang-lubang. Bau got yang dulu sering tercium pun sekarang sudah tak terasa baunya.

Apalagi gedung itu. Gedung sekolahnya dulu. SMA NEGERI PURBALINGGA. Dan sekarang plang yang ada di depan sekolahnya bukan lagi bertulis SMA NEGERI PURBALINGGA, namun sekarang menjadi SMA NEGERI 1 PURBALINGGA. Perubahan yang sangat signifikan bukan?

Cukup lamakah ia pergi merantau? Mungkin iya, buktinya sekarang sudah sangat banyak perubahan, mungkin jika perubahan-perubahan itu dibukukan tebalnya bisa melebihi satu jilid buku Harry Potter milik JK Rowling.

Bunyi bel sekolahnya terdengar di telinganya, padahal jaraknya dengan sekolah cukup jauh. Bel sekolahnya memang sangat dasyat bunyinya sejak ia duduk di bangku sekolan dulu.

Sekarang ia bisa melihat siswa siswi berseragam putih abu-abu sedang berjalan menuju pintu gerbang. Ada yang sedang bercanda tertawa. Ada yang hanya diam berjalan sendirian. Ada yang sedang sibuk dengan ponselnya. Ada yang sedang sibuk dengan lembar-lembar fotocopyannya. Ada juga yang sedang terlihat begitu tergesa-gesa ingin cepat pulang.

Pemuda itu tersenyum kecil, seperti itukah dirinya dahulu? Tanyanya pada dirinya sendiri.

Telinganya mulai tergelitik dengan celotehan-celotehan siswa siswi yang ikut menunggu di halte bus. Ada yang berceloteh tentang ulangan tadi pagi, ada yang menceritakaan guru-gurunya dan ada pula yang bercerita tak penting.

Pandangannya sekarang tertuju pada satu titik. Sepasang muda-mudi yang sedang menyebrang ke halte itu dengan senyum yang malu-malu khas anak muda. Dan itu persis, sangat persis dengan yang dialaminya dahulu saat sekolah.


**

Dua pemuda itu bersenggol-senggolan seperti mengisyaratkan “lo duluan deh!”. Kemudian salah satu pemuda itu mendengus sebal. “kalo gini nggak ada hasilnya”,pikirnya. “gue duluan deh!”,katanya. pemuda yang satunya tersenyum senang.

Dengan langkah yang ragu pemuda itu mendekati gadis yang sedang berdiri tak jauh dari mereka. Dan ia mensejajarkan dirinya dengan gadis itu. Sedikit berdeham untuk mencari perhatian si gadis. Dan ulahnya tadi membuat gadis itu menoleh kepadanya. Ia hanya menyunggingkan senyum. Gadis itu membalas senyumnya. 
“lagi nunggu bus atau angkot?”,tanya pemuda itu mencoba beramah tamah.

“angkot”,jawab gadis itu singkat.

“jurusan mana?”,tanyanya lagi.

“bojongsari”,lagi-lagi hanya jawaban singkat yang didapatinya. Pemuda itu mengusap wajahnya frustasi dan kemudian ia menoleh ke belakang. Dan ia mendapati wajah temannya yang sedang menyeringai. Ia mendengus kesal.

“bojongsarinya sebelah mana?”,tanya pemuda itu masih berusaha mendekati gadis itu.

“deket owabong”,jawab gadis itu. Sebuah mobil orange dengan angka 1 di atasnya mendekat ke halte yang belum beratap.

“duluan ya”,pamit gadis itu setelah angkutan kota itu berhenti tepat di depan halte. Si pemuda hanya mengangguk sambil tersenyum. Pemuda itu menatap kepergian angkutan kota itu sampai menghilang di tikungan. Dan ia kembali duduk di bangku sebelah temannya. Seketika bahak tawa dari teman disebelahnya terdengar.

“hahahaaaa, gokil lo Nal! Rumus gapang lo taklukin, tapi urusan cewek lo nggak bisa taklukin! Hahaa”,ejek temannya itu.

“ah, lo gitu banget sih! Makannya ajarin donk caranya deketin cewek!”,ujarnya kesal. Temannya tadi menghentikan tawanya.

“beneran nih lo mau diajarin cara deketin tuh cewek?”,tanya temannya dengan mimik serius. Yang ditanya hanya mengangguk mantap.

“yodah, entar gue ke rumah lo! Entar gue kasih tau deh caranya”,ucap temannya itu. Si pemuda hanya mengangguk setuju.


**

Pemuda dewasa itu tersenyum tipis mengingat masa lalunya, untung saja, halte ini sudah lumayan sepi. Ternyata sejak tadi ia melamun ia sama sekali tak memperhatikan sekitarnya.

Sebuah motor ninja hijau berhenti di depan halte tempat ia menunggu. Seorang gadis yang sejak tadi duduk di sebelahnya -tanpa ia sadari- bangkit menghampiri si pengendara sepeda motor itu dan tak beberapa lama keduanya telah menghilang dengan menyisakan polusi kendaraan yang terlalu pekat.


**

“weezz, bawa motor lo jadinya?”,tanya pemuda berkulit putih itu. Si pemuda berkacamata hanya mengangguk.

“entar gue nebeng yaa”,pinta pemuda berkulit putih itu dengan seringainya dan permintaannya tadi langsung mendapat pelototan taja si kacamata.

“enak aja! Ini gue pake Cuma buat nganterin hardina tau..”,ucap si kacamata.

“iya deh yang baru jatuh cinta....”,goda pemuda putih tadi. Si kacamata hanya diam tak berekspresi.

“ini kan ide lo Den -__-“,ucap si kacamata. Pemuda putih tadi hanya terkekeh mendengar ucapan si kacamata.

Pemuda itu mengklaksoni gadis yang berjalan cepat di depannya. Dan ulahnya itu membuat gadis itu menengok dengan wajah sedikit kesal. Pemuda tadi hanya menyeringai.   

“naik angkot lagi?”,tanya pemuda itu ramah. Si gadis itu hanya mengangguk malas.

“mau bareng?”,tawarnya. Si gadis hanya menyeritkan dahi.

“nggak usah”,tolak gadis itu selembut mungkin. Pemuda itu tersenyum masam.

“kenapa?”,tanyanya penasaran.

“bukan muhrim”,jawab gadis itu dengan senyuman yang membuat pemuda itu melayang. “Ah, begitu sucinya gadis ini”,pikirnya



“nggak bawa motor lagi?”,tanya pemuda putih yang kemarin kepada temannya yang berkacamata.

“nggak”,jawab pemuda berkacamata itu tanpa mengalihkan pandangannya dari buku yang sedang dibacanya.

“kenapa?”,tanya pemuda putih tadi.

“nggak papa”,jawab si kacamata singkat. Pemuda putih itu tak percaya.

“nal, cerita donk, gimana kemarin?”,tanya si pemuda putih itu dengan menaik turunkan alisnya.

“ya gitu deh, cara yang lo kasih nggak bagus, dia bilang kita bukan muhrim”,jawab si kacamata tadi. Pemuda putih itu hanya menahan tawanya. “sungguh kisah cinta sahabatnya ini memang susah sekali”,pikirnya.

“ya, nggak usah sedih gitu donk! pake cara lainnya kan masih banyak!”,ucap si pemuda putih tadi.

“cara apa lagi? dijamin berhasil nggak?”,tanya si kacamata sepertinya dia mulai tertarik dengn pembicaraan pemuda putih itu. Si pemuda putih hanya tersenyum senang.


**

Pikiran pemuda itu kembali ke alamnya. Hmm, masa lalunya kembali ia ungkap disini.

Kembali ia memperhatikan sekitarnya. Kini ia benar-benar sendiri, sejak tadi siswa-siswi yang menunggu di halte sudah pulang satu per satu. Ia memandang langit yang sepertinya akan gerimis. Ah, suasana ini kembali terulang.


**

Jarum jam sudah menunjukkan angka 15.30 namun pemuda itu masih enggan untuk beranjak. Sedari tadi ia hanya diam di depan laboraturium TIK yang tepat menghadap ke koridor sekolahnya. Dan sejak tadi guntur terus mempermaikannya.

Tak hujan juga tak terlalu terang, namun guntur sedari tadi bersahut-sahutan.

Beberapa menit setelahnya gerimis mulai turun. Pemuda itu menggeledah tasnya untuk mencari sesuatu. Ah, dapat! Ia mengeluarkan payung lipat ungu milik ibunya. Dia tersenyum jika membayangkan kejadian yang akan dialaminya nanti.

Seorang gadis berjalan sendiri di tengah koridor. Gadis itu sedikit mengadahkan tangannya saat ia berjalan keluar dari koridor. Pemuda berkacamata itu mengejarnya.

“hardina! Tunggu!”,teriaknya karna jaraknya dengan gadis itu cukup jauh. Hardina menoleh, ia dapat melihat pemuda berkacamata itu tengah berlari mengejarnya.

“ada apa nal?”,tanya Hardina saat pemuda itu sampai di hadapannya dengan ngos-ngosan.

“ini, pakailah!”,ujarnya sambil menyerahkan payung ungu itu. Hardina mengeritkan dahi.

“tidak usah, aku juga bawa kok, tapi terimakasih ya sudah menawariku”,tolaknya dengan lembut, takut menyakiti hati si pemuda.

“oh.. begitu.., ehm, ya sudah, tak apa-apa, hati-hati di jalan ya Din”,ujar pemuda itu tak bisa menutupi rasa kecewanya. Ia berbalik menuju ke gedung sekolahnya untuk mengambil tasnya yang sengaja ia tinggal di depan lab.TIK.


**

Pemuda itu tersenyum masam mengingat masa lalunya. Ah, betapa menyedihkan kisah cinta pertamanya itu.

“setaun aku ngejar kamu Din, tapi kamu tak pernah mau tahu perasaanku”,gumamnya.

**

Aula SMA NEGERI PURBALINGGA telah disulap semegah mungkin untuk merayakan kelulusan siswa-siswi kelas 3.

Pemuda berkacamata itu hanya bertengger di pintu masuk sambil menatap teman-temannya yang sedang mempersiapkan diri untuk tampil. Seharusnya pun ia turut mempersiapan diri untuk memberi sambutan karna ia telah berhasil meraih juara umum untuk Ujian Nasional tahun ini. namun, ia sedang menunggu seseorang. Seseorang itu belum muncul sedari tadi.

Tepukan halus di bahunya membangunkan pemuda itu dari pencariannya. Dia mendapati seorang pemuda yang telah 3 tahun ini bersamanya meniti keberhasilan, ya, siapa lagi kalau bukan pemuda putih itu? Deni.

Deni tersenyum ramah. “setaun ya Bro lo nunggu dia, dan nggak ada hasilnya”,ucapnya seperti tahu perasaan pemuda berkacamata itu. Si pemuda berkacamata itu hanya tersenyum miris.

“mungkin dia emang bukan jodoh gue”,jawab si pemuda berkacamata itu. Deni hanya menepuk-nepuk bahu sahabatnya.

“ya, mungkin juga udah saatnya lo move on dari dia, lo pinter nal! Lo pasti bisa dapet yang jauh lebih baik dari dia”,kata deni memberi semangat.

“doain gue ya!”,hanya itu yang bisa terlontar dari bibirnya.

“sip, gue selalu ada di samping lo kok! Eh, tuh kayaknya acaranya mau mule! Lo belum siap-siap kan?”. Pemuda berkacamata itu mengangguk dan kemudian dengan langkah besar dia berjalan ke belakang panggung.


Selama di panggung tadi matanya pernah berhentu mencari sosok gadis itu. Gadis yang mampu merebut perhatiannya selama 2 tahun belakangan ini. segalanya telah ia lakukan untuk bisa dekat dengan gadis itu, namun ternyata usahanya sia-sia. Dan ia tahu cinta tak bisa dipaksakan bukan? Sekarang yang ia bisa lakukan hanya berdoa untuk kebahagiaan gadis itu.


**

Pemuda itu melirik arlogi yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Jam sudah menunjukkan pukul 15.00 dan gerimis masih saja turun, tidak lebat memang, tapi cukup bisa diasakan.

Dia melangkahkan kakinya ke gedung sekolah di hadapannya itu dengan cepat. Pasalnya,Reuni sekolahnya sebentar lagi akan dimulai.

Dia memasuki aula gedung sekolahnya, disana ia melihat banyak teman-teman seangkatannya dahulu. Ia tersenyum sambil melangkah di bangku depan yang masih kosong, ia bagaikan orang asing disini. Tanpa ia sadari sebuah tepukan halus yang sangat keras berhenti di bahunya. Ia menengok ke samping, didapatinya seorang pemuda dewasa sedang tersenyum menyeringai kepadanya. Sungguh, ia rindu senyum itu.

“deni! Gue kira lo nggak dateng. Bukannya lo tadi bilang nggak dateng ya?”,pemuda itu langsung saja menyerbunya dengan pertanyaan.

“surprise!”,ucap deni dengan senyum.

“gimana kabar lo? Istri lo mana?”,tanya pemuda berkacamata itu.

“istri gue nggak ikut bro, dia lagi dinas, lo sendiri gimana? Udah ada cewek? Atau masih mengharapkan si dia?”,jawab dan tanya Deni.

“masih ada yang belum pas di hati Den, urusan itu mah masih lama”,jawab pemuda itu.

“ohya? Ternyata masih nunggu dia toh..”,goda deni.

“nggak-lah, gue udah nggak nunggu dia kok, gue udah coba move on tapi ya belum ada yang suka aja  sama gue..hehehe”,ucap pemuda itu denga terkekeh. Deni memukul pelan bahu pemuda itu.

“emang siapa sih yang nggak suka sama seorang Renaldi  Pradipta Surya seorang peraih gelar doctor di umurnya yang ke 23tahun??”,goda Deni. Pemuda berkacamata itu hanya tersipu mendengar penuturan sahabatnya.

“bisa aja lo!”,ujar Renal –pemuda berkacamata-. Mereka berdua terkekeh.


Seorang perempuan muda yang cantik  bergamis hijau dengan kerudung senada memasuki aula dengan wajah yang sumringah membuat dua sekawan itu menengok di tengah tawa mereka. Renal terpaku melihatnya, perempuan itu masih cantik seperti yang dulu dan senyumnya masih menawan seperti biasanya, kesan wajah yang ramah langsung menyeruak di tengah gerimis yang masih betah menurunkan kristal-kristal air pemupuk bumi.


“HARDINA”.



FIN

Sabtu, 15 Oktober 2011

SENYUM UNTUK SAHABAT


“Bagaimana?”,tanya seorang wanita kepada seorang gadis yang baru saja memasuki halaman rumahnya.

Gadis yang ditanya hanya menunduk lesu. Wanita itu paham betul apa yang terjadi pada gadis itu.

“sudahlah, lain kali kamu coba lagi, ibu yakin kamu pasti bisa!”,kata wanita itu menyemangati. Gadis itu pun hanya tersenyum masam.

“ya sudah, kamu makan saja dulu, pasti kamu capek kan?”,saran wanita itu. Gadis itu hanya menggeleng.

“aku tidak lapar bu, sekarang aku mau istirahat saja..”,tolaknya dan melangkah gontai ke kamarnya.

Wanita itu hanya memandang anaknya sendu dan berdoa dalam hatinya untuk keberhasilan anaknya itu.


“maaf tapi naskah yang anda buat sudah sering di pasaran, jadi dengan amat sangat terpaksa kami harus menolak naskah anda”,seorang pria bertutur dengan wajah menyesal kepada gadis berkacamata yang ada di hadapannya sekarang ini.
Gadis itu hanya tersenyum kecewa. Dia mengambil lembaran naskah yang ada diatas meja kemudian permisi.


Gadis itu memejamkan matanya, bayang-banyang kejadian tadi siang masih terekam jelas d memorinya dan sekarang bayangan itu masih saja berlari-lari di otaknya.

“lagi-lagi aku harus gagal”,dengusnya menyesal. Dia menghitung dengan jarinya.

“1, 2, 3, heuuhh.. hampir yang ke-empat kalinya”,kemudian dia kembali mendengus.

Sebegitu jeleknya kah karyanya itu sampai-sampai tak ada satu pun penerbit yang mau menerbitkan karyanya?

Apakah sebegitu basi-nya cerita-cerita yang dibuatnya? Atau karna diksinya kurang?

Tapi.. kenapa kata teman-teman sekolahnya karya yang dibuatnya selalu mendapat tanggapan positif? Apakah mereka berbohong? Ah, tak mungkin. Teman-teman sekolahnya itu kan orang-orang yang TERLALU jujur, jadi mana mungkin mereka mengatakan hal yang tidak benar.

Dan Gadis itu ahirnya terlelap dengan sendirinya.

Tok..tok..tok..

Bunyi ketukan pintu yang terdengar sangat kasar itu membuat gadis itu terbangun dari tidur lelapnya. Dengan mata setengah terbuka dan kesadaran yang belum utuh ia membuka pintu kamarnya hendak memarahi si penganggu tidurnya.

Dan berdirilah dihadapannya 2 sosok penganggu tidurnya dengan senyum menyeringai senang.

Dengan muka masam ia kembali ke lautan penuh kapuk.

“Reta....,jangan tidur lagi donk!”,teriak salah satu penganggu itu sambil menarik sebelah tangannya.

“aku ngantuk banget Nena.., biarin gue tidur 5 meniiit aja..”,ujarnya memohon sambil terus manahan posisi tidurnya.

“pokoknya nggak bisa! Kamu nggak boleh tidur lagi!”,paksa si penganggu yang bernama Nena tadi.

“udahlah Na, biarin aja dia tidur, Cuma 5 menit ini..”,bela si penganggu tidur yang satunya. Nena hanya mendengus mendengar perkataan kembarannya itu.

“Rakka! Tapi kan ini udah soree, kalau dia tidur sampe pagi gimana? Dia belum makan dari tadi siang, nanti kalau dia sakit gimana?”,Nena memberikan seruntutan argumen.

“Nena! Bisa diam nggak sih?? Iya nih aku bangun! Berisik dengerin kamu!”,kata si Gadis tadi dengan malasnya dia mendudukan dirinya di pinggiran ranjangnya. Nena hanya tersenyum penuh kemenangan, sedangkan Rakka, kembarannya hanya tersenyum masam kepada sang Gadis.

“mau apa sih kalian kesini?”,tanya Reta sedikit ketus. Ia memang paling tdak suka ada orang yang menganggu jatah tidurnya.

“nyeeh, kok gitu sih nanyanya?? Nggak suka kita ada disini??”,sungut Nena. Reta kelimpungan sendiri.

“ya, maksud aku... ya maksud aku nggak gituu... kalian tahu kan kalo aku tuh paling nggak suka kalau tidur aku terganggu, tadi malem aku baru tidur jam 4 pagi dan bangun jam 7 dan sekarang aku ngantuk banget”,jelas Reta.

“oh, kasian banget nona kecil yang satu ini...”,ucap Rakka mendramatisir. Reta melotot tajam ke arah Rakka.

“jangan panggil aku nona kecil, Tuan!”,kata Reta galak. Rakka hanya menyeringai.

“ya maaf deh, ini juga tadi disuruh sama ibu kamu ta..”,kata Nena menyesal. Reta hanya menganggukan kepalanya tanda mengerti bahwa ini pasti ulah ibunya yang kelewat perhatian itu.

“by the way, bagaimana hasilnya?”,tanya Nena sambil mengerjap-ngerjapkan matanya, berharap agar dia mendapatkan berita bagus kali ini dan berita itu akan membuatnya tercengang.

Ekspresi muka Reta makin keruh. Rakka dan Nena menyadari ada sesuatu yang tidak bagus.

“ok, lupakan! Aku Cuma iseng kok nanyanya.. ehmm, gimana kalau sekarang kita jalan?”,ucap Nena menetrlisir keadaan. Rakka hanya mengangguk setuju dan Reta hanya sedikit menarik sudut bibirnya.

“yeah! Let’s go! Aku ajak Putra juga sekalian!”,kata Nena semangat dan mengambil ponselnya.

**

Mereka sampai di starbucks, dan mereka memilih duduk di sebelah jendela, meja untuk empat orang. Putra–pacar Nena- sampai disana 10 menit setelah mereka sampai.

Reta hanya mengaduk-aduk Espresso-nya sedari tadi dengan tak bersemangat. Nena, Rakka dan Putra hanya memandangnya nanar.

“ehmm ta, jangan diem aja donk! Ngomong sih! Kita kan enggak enak kalo kamu diem mulu dari tadi!”,desak Nenaa tak tahan.

“aku nggak papa kok Ne, kamu tenang aja!”,balas Reta sambil menyunggingkan senyumnya sekilas. Nena, Rakka dan Putra hanya berpandangan saling bertanya dengan kode mata, namun tetap saja tak ada jawaban.
Rakka bangkit dan kembali memesan. Dan tidak lama seorang pelayan menghampiri meja mereka.

“disini mana yang namanya mbak Reta ya?”,tanya pelayan itu. Reta mendongak. “saya, ada apa ya?”,tanya Reta heran.

“ini pesanan untuk mbak Reta..”,jawab pelayan itu sambil meletakkan muffin coklat di hadapan Reta. Reta tersenyum dan tak lupa mengucapkan terimakasih.

“dari siapa sih ini?”,tanya Reta kepada ketiga temannya. Mereka hanya mengangkat bahu sambil tersenyum penuh arti.

“kok ada kertasnya?”,tanya Reta heran, pasalnya di bawah muffin itu terdapat secari kertas. Reta membukanya.

Ada yang pernah berkata padaku bahwa coklat adalah penghilang stres yang hebat dan aku aku berharap perkataan itu benar adanya maka dari itu aku memberimu muffin rasa coklat karena aku ingin kamu menghilangkan bebanmu itu, aku ingin melihat senyummu. Karena ada salah seorang bijak berkata: Saat kamu terjatuh tersenyumlah. Karena orang yang pernah jatuh adalah orang yang tengah berjalan menuju keberhasilan.keep smile Re! J Mr.R

Reta tersenyum  kala membuka kertas itu.

“thanks ya, kalian udah bikin berusaha bikin aku senyum lagi, aku hargai usaha kalian semua..”,kata Reta sembari tersenyum.

“sama-sama Re.. gini nih baru Reta yang aku kenal, Reta yang nggak pernah putus asa! Reta yang selalu semangat dan ceria!”,balas Nena.

“kalian emang sahabat aku yang paling baik, karna itu aku sayang banget sama kalian..”,ucap Reta terharu.

“thanks ya Kka, ini so sweet banget sumpah! You’re the best boys!”,tambah Reta terkhusus kepada Rakka.

“you’re welcome, abisnya aku nggak tahan liat muka kamu yang ditekuk berlipet-lipet kayak gitu, jelek tau!”,balas Rakka.

“ih, Rakka mah gitu banget! Tadi aja so sweet sekarang mah kagak!”,dengus Reta kesal. Dan Mereka semua tertawa.


“Ada orang bijak yang pernah berkata Apapun yang terjadi jangan dijadikan beban. Berserah diri sepenuhnya kepada Tuhan dan yakin Tuhan telah merencanakan yang terbaik”,ucap Rakka ketika mereka berempat sedang duduk di atas kap mobil Rakka sambil memandang langit.

“so, intinya kamu jangan pernah nyerah Ta! Kalo kamu suka nulis lanjutin aja hobi kamu, masalah naskah mau diterima atau enggak itu urusan belakangan, yang penting kamu bisa menyalurkan ide-ide kamu itu, daripada ide itu terus mengendap di otak kamu kan lebih baik diekspresikan”,jelas Putra.

Reta hanya tersenyum memandangi wajah sahabat-sahabatnya itu. “aku nggak tahu harus ngomong apa lagi sama kalian, yang jelas makasih banget udah dukung aku, udah hibur aku dan makasih karena kalian terus ada di samping aku menjadi lilin penerang yang selalu menerangi hidupku..”,ucap Reta haru.

“we are the best friend, right?”,tanya Nena meminta persetujuan. “yeah! That’s true!”,ucap Putra, Rakka dan Reta setuju.

Siapa lagi yang akan ada di samping kita saat kita rapuh? Sahabat bukan?

Siapa lagi yang yang akan mendorong kita saat kita terpuruk? Sahabat bukan?

Dengarkanlah apa yang dia katakan selama itu benar, karena yang mereka katakan itu yang terbaik untuk kita.

Dan Hidup akan lebih bermakna dengan hadirnya keluarga & para sahabat kita. Sayangi mereka & jangan menyakitinya.


FIN